Makalah untuk di presentasikan pada perkuliahan
Inovasi
Kurikulum
Dosen Pengampu
Mata Kuliah :
Prof. Dr. Zurinal Z
Nurlena Rifa’i, Ph.D
Dr. Zaimuddin MA
Disusun Oleh:
JONSON HARIANTO,
S.PD.I
NIM: 211101100014
PROGRAM
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012
I. PENDAHULUAN
Mutu pembelajaran sering
tertuju pada mutu lulusan,
tetapi mutu pembelajaran tidak akan suskse tanpa melihat
suksesnya proses pembelajaran. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses
pembelajaran adalah model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan
tersebut. Model
pembelajaran merupakan suatu rencana mengajar
yang memper- hatikan pola
pembelajaran
tertentu, hal mi sesuai dengan pendapat Briggs (1978:23) yang menjelaskan model adalah "seperangkat prosedur dan berurutan untuk mewujudkan suatu
proses" dengan demikian model pembelajaran adalah seperangkat prosedur
yang berurutan untuk melaksanakan proses pembelajaran.
Ada
banyak model pembelajaran, Joyce
(2000) mengemukakan ada empat
rumpun model pembetajaran yakni; (1) rumpun model interaksi sosial, yang lebih berorientasi pada kemampuan memecahkan berbagai persoalan
sosial kemasyarakat. (2) Model pemorosesan informasi, yakni rumpun pembelajaran yang lebih berorientasi pada pengusaan
disiiplin ilmu.
(3) Model
pengembangan pribadi, rumpun model ini lebih
berorientasi pada pengembangan kepribadian peserta belajar.
SelanJutnya model (4) behaviorism Joyce (2000:28) yakni
model yang berorientasi pada perubahan prilaku.
Model-model
pembelajaran yang ingin kita bahas disni adalah mampu diterapkan pada pembelajaran
PAI. Seperti halnya yang telah kita ketahui, ada banyak model pembelajaran yang
bisa digunakan pada pembelajaran PAI demi mencapai tujuan pembelajaran.
Misalnya classroom meeting, cooperative learning, integrated learning, constructive teaming, inquiry learning dan quantum learning.
Dalam
pembahasan makalah ini, penulis hanya memfokuskan satu model pembelajaran
kooperatif atau cooperative learning. Dimana pembelajaran model ini jenis
pembelajaran kelompok dengan melihat keberhasilan kegiatan pembelajaran disatu
sisi mengajarkan pengetahuan kepada siswa, pembelajaran kooperatif juga
mengedepankan keberhasilan interaksi sosial antar siswa, kepedulian kelompok
dan individu serta penghargaan bagi kelompok dan setiap individu.
Demikian
pulan pembelajaran Kooperatif terdapat berbagai teknik yang dikembangkan oleh
para tokoh-tokoh cooperative learning. Misalnya Jigsaw, TGT, NHT, TST, STAD,
Murder, Inside Outside Circle, think pair Square, make a match, learning
together dan group investigation.
Gambaran
Umum Pembelajaran Kooperatif
Sebagaimana
yang telah dikenal, teori-teori tentang pembelajaran kooperatif diantaranya
oleh Robert E. Slavin, Kagan, Jonson and Jonshon. .
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis
mengembangkan interaksi saling asah, saling asih, saling asuh antar sesama
siswa sebagai latihan hidup dalam masyarakat nyata. Kegiatan pendidikan
adalah suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa
adanya interaksi antar pribadi. Lebih lanjut, belajar adalah suatu proses
pribadi, tetapi juga proses sosial yang terjadi ketika masing-masing orang yang
berhubungan dengan yang lain membangun pengertian serta pengetahuan bersama.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok yang
dilakukan secara asal-asalan. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif
yang membedakannya.[1]
Melalui
pembelajaran kooperatif, keberhasilan suatu karya
sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Setiap anggota kelompok harus
melaksanakan tanggung jawabnya sendiri, agar tugas selanjutnya dalam kelompok
dapat dilaksanakan dan interaksi antar siswa akan lebih intensif. Interaksi
yang intensif dapat
dipastikan komunikasi antar siswa berjalan dengan lancar.
Dalam pembelajaran kooperatif ini, yakni membagi siswa dalam kelompok-kelompok diskusi, di mana satu kelompok terdiri dari 4 atau5 orang, masing-masing kelompok bertugas menyelesaikan/memecahkan suatu permasalahan yang dipilih.
Beberapa karakteristik pendekatan
cooperative learning, antara lain:
1)
Individual Accountability, tanggung jawab
idividu
2)
Social Skills,
meliputi seluruh
hidup sosial, kepekaan
sosial dan mendidik
siswa
untuk menumbuhkan pengekangan diri dan pengarahan diri derni kepentingan kelompok.
3) Positive Interdependence
4) Group Processing,
Langkah-langkahnya:
1) Guru merancang
pembelajaran,
mempertimbangkan dan
menetapkan
target pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Guru juga menetapkan sikap dan keterampilan-keterampilan sosial yang diharapkan
dapat dikembangkan dan dipertihatkan oleh siswa selama berlangsungnya pembelajaran. Guru dalam
merancang materi
tugas-tugas yang dikeijakan bersama-sama dalam dimensi kerja kelompok.
2) Dalam aplikasi
pembelajaran di kelas, guru merancang lembar
observasi
kegiatan dalam
belajar secara
bersama-sama dalam kelompok kecil. Dalam menyampaikan materi,
pemahaman dan pendalamannya akan dilakukan siswa ketika
belajar secara bersama-sama dalam
kelompok.
Pemahaman dan konsepsi guru
terhadap siswa secara individu
sangat menentukan kebersamaan dari kelompok yang terbentuk.
3) Dalam melakukan observasi kegiatan siswa, guru mengarahkan dan
membimbing siswa baik secara
individual maupun
kelompok, dalam pemahaman
materi maupun mengenai sikap dan perilaku siswa selama
kegiatan belajar.
4) Guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Guru juga memberikan beberapa penekanan
terhadap nilai, sikap, dan perilaku
sosial yang hams dikembangkan dan dilatihkan kepada para siswa.
II. PEMBAHASAN
Pada
pembahasan kali ini, penulis menguraikan teknik-teknik dalam pembelajaran
kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer Kagan, Shlomo Sharan dan
Hythecker. Teknik-teknik yang
dekembangkan misalnya number head together, two stay two stray, write pair
squere, think pair squere, inside outside circle, murder, group insvestigation
dan learning together.
A.
Teknik Number Head Together
Teknik
number head together merupakan pendekatan kooperatif yang dikembangkan oleh
kagan untuk melibatkan banyak siswa dalam memperoleh materi yang tercakup dalam
suatu mata pelajaran dan untuk mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran
(Ibrahim, 2000;28). Struktur yang dikembangkan oleh spencer kagen ini
menghedaki siswa belajar saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih
dicirikan oleh pengahrgaan kooperatif dari pada pengahargaan individual. Ada
struktur yang memiliki tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik
dan ada untuk tujuan keterampilan sosial (ibrahim, 2000;25).
Lie
menjelaskan bahwa teknik ini memberikan kesempatan
kepada siswa untuk saling membagikan ideide dan mempertimbangkan
jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk
meningkatan semangat kerja mereka.[2]
Adapun
langkah-langkah dalam penggunaan teknik Number head Together
1.
Penomoran, guru membagi para siswa
menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan
memberi merek nomor, sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor yang
berbeda. Misalnya. Dikelas terdiri dari 20 siswa, maka dibagi menjadi 5
kelompok dengan kelompok A 1, A2, A3, A4, A5..., dan sterusnya sampai E.
2.
Langkah 2, pengajuan pertanyaan: guru
mengajukan suatu pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang
bersifat spesifik hingga bersifat umum.
3.
Langkah 3, berpikir bersama (Head
together): para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa
tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
4.
Langkah 4, pemberian jawaban: guru
menyebutkan suatu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang
sama mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban untuk seluruh kelas (Ibrahim, 2000:28)
Menurut Lie (dalam
fitri 2009:8) pembelajaran dengan metode Numbered Head Togtheter ini mempunyai
kelebihan dan kelemahan.
a. Kelebihan Number Head Together sebagai berikut:
·
masing –masing anggota
kelompok mempunyai banyak kesempatan untuk berkontribusi
·
interaksi lebih mudah
·
banyak ide-ide yang muncul
·
lebih mudah dan cepat dalam
membentuk kelompok
·
lebih banyak tugas yang
dapat dilaksanakan
b. Kelemahan metode Number head sebagai berikut:
·
Butuh lebih banyak waktu
·
Buutuh sosialisasi yang
lebih baik
·
Siswa lebih mudah untuk
keluar dari keterlbatan dan tidak memperhatikan
·
Kurangnya partisipasi untuk
individu.[3]
B. Teknik Dua tinggal dua tamu (two stay two
stray)
Teknik pembelajaran ini dikembangkan juga oleh Spencer Kagan. Dalam teknik
ini siswa bekerja sama dalam kelompok berempat. Kemudian dua orang meninggalkan
kelompoknya dan bertamu kedua kelompok lainnya. Dua orang yang tinggal bertugas
membagikan hasil kerja kelompoknya kepada tamunya. Tamu kemudia kembali ke
kelompok masing masing untuk kemudian Mencocokkan dan mendiskusikan kembali
hasil kerja mereka.[4]
Struktur dua tinggal dua tamu memberi kesempatan kepada kelompok untuk
membagikan hasil dan informasi dengan kelompok. Siswa bekerja sendiri dan tidak
diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain.[5]
Dapat dikatakan lagi bahwa Teknik Two
stay Two Stray adalah teknik pembelajaran kooperatif dengan cara siswa
mula-mula bekerja di dalam kelompok, yang terdiri dari empat orang lalu dua
diantaranya menjadi tamu ke kelompok lain untuk membahas dan mengecek hasil
pekerjaan kelompok yang didatangi sementara dua siswa tinggal dalam kelompok
untuk menerima kunjungan lain guna melakukan hal yang sama, setelah kegiatan itu
siswa kembali ke kelompok asal dan terakhir mendiskusikn hasil kerjasamanya.
Adapun langkah-langkah dalam teknik pembelajaran model two stay two stray
adalah:[6]
1.
Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.
2.
Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan
kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua kelompok yang lain.
3.
Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja
dan informasi mereka ke tamu mereka.
4.
Tamu mohon diri dan kembali kekelompok mereka sendiri dan melaporkan
temuan mereka dari kelompok lain.
5.
Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
C. Group Investigation
GI Group
Investigation, merupakan pembelajaran kooperatif dimana siswa dilibatkan sejak
perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun
cara untuk pembelajaran secara investigasi. Metode ini menuntut para siswa
memiliki kemampuan berkomunikasi dengan
baik.
Teknik
group investigation ini adalah untuk memberikan tugas tugas kelompok yang
beragam atau tugas yang dispesialisasikan. Tetapi perlu diingat ada
permasalahan yang muncul dalam penggunaan teknik ini, misalnya kelompok yang
sudah diberi sub tugas hanya akan beratnggung jawab untuk sub bahasannya saja.
Makanya dalam mengatasi hal ini, biasanya guru menambah tugas dengan tukar
informasi melalui teknik yang sudah dibuat oleh guru dan dijadikan sebagai
prosedur dalam mencapai keberhsilan group.[7]
Dalam
teknik ini, siswa terlibat mulai dari perencanaan kooperatif, setiap anggota
kelompok mengambil bagian dalam menyelesaikan masalah yang telah diberikan.
Selanjutnya para anggota mencari dari berbagai sumber informasi baik itu
dikelas ataupun diluar kelas. Informasi-informasi yang didapatkan akan diolah dan disintesiskan sehingga
mendapat kesimpulan kelompok atau karya kelmpok sebagai karya pencarian mereka.[8]
Adapun
peran guru dalam penerapan teknik ini adalah sebagai nara sumber dan
fasilitator. Guru tersebut berkeliling di antara kelompok-kelompok yang ada
untuk melihat bahwa mereka bisa mengelola tugasnya.
Dalam
pelaksanaannya, para murid bekerja melalui enap tahapan. Tahap-tahap ini dan
komponen=komponennya sebagai berikut:[9]
ü Tahap pertama; Mengidentifikasi topik dan mengatur siswa ke
dalam kelompok
ü Tahap kedua, merencakan tugas yang akan dipelajari
ü Tahap ketiga, melaksanakan investigasi
ü Tahap keempat, menyiapkan laporan Akhir
ü Tahap kelima, Mempresentasikan Laporan Akhir
ü Tahap keenam, Evaluasi
D. Teknik Make A Match
Teknik belajar
mengajar mencari pasangan (Make a Match) adalah siswa mencari pasangan
sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
Teknik belajar mengajar mencari pasangan
(make a match) dikembangkan
oleh Lorna Curran. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai
suatu konsep atau
topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bias digunakan dalam semua
mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.[10]
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam model pembelajaran
make a match adalah:[11]
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian
lainnya kartu jawaban
2. Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu
3. Setiap peserta didik memikirkan jawaban atas soal dari kartu yang
dipegang
4. Setap psesrta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya (soal jawaban)
5. Setiap peserta didik yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas
waktu diberi poin
6. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap peserta didik
mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
7. Kesimpulan
F. Model Kooperatif Murder
Model ini
diperkenalkan oleh Hythecker, danserau dan rocklin pada tahun 1988 (Jacob et
al, 1997;santyasa, 2008). Model ini menggunakan sepasang dyad (pasangan dua
orang) dari kelompok beranggotakan dua orang, memiliki enam langkah yaitu:
1.
Mood, mengatur suasana hati (mood)
yang tepat dengan cara relaksasi dan berfokus pada tugas yang dipelajari,
dilakukan oleh kedua pasangan. Untuk langkah ini, diperlukan sikap saling
memahami satu samalain; sika saling menghormati dan sikap saling menerima
teman, walaupun ia belum melakukan kesalahan sehingga kedua siswa dapat
menjalanai pembelajaran dengan hati senang.
2.
Understand, membaca dan memahami
masalah dengan cara membacanya secara perlahan, dilakukan oleh kedu anggota
pasangan (dyad). Untuk langkah ini kedua siswa akan membaca masalah secara
sendiri-sendiri dan mencoba untuk memahami masalah tersebut tentang hal-hal
apasajakah yang diketahui dari masalah yang dapat dipandang sebagai data,
hal-hal apa yang tidak diketahui dan apakah data-data yang diketahui cukupuntuk
menemukan hal-hal yang tidak diketahui. Jika siswa mengalami kesulitan dalam
memahami masalah yang diberikan maka ia dapat bertanya kepada guru, dan guru
akan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya memicu, sehingga membantu
siswa untuk dapat memahami masalah.
3.
Recall, menyimpulkan tentang
ide-ide utama masalah, dilakukan oleh salah satu anggota pasangan. Untuk
langkah ini, salah seorang anggota pasangan yang telah disepakati oleh anggota
pasangan akan menerangkan secara verbal tentang apa yang telah dipahaminya pada
langkah “understand” kepada anggota pasangan yang laiannya, dan pasangannya itu
akan mendengarkan dengan seksama.
4.
Detext, mendeteksi kesalahan atau
kekuarangn dari kesimpulan yang diberikan, dilakukan oleh anggota pasangan
lainnya. Untuk langkah ini, anggota pasangan yang berada pada posisi sebagai
pendengar pada langkah recall akan mencocokkan kesimpulan dari pasangannya
dengan pemahamannya sendiri (yang dilakukannya pada langkah “understand”),
kemudia coba mendeteksi hal-hal apa saja
yang cocok dan hal-hal apa saja yang dirasanya kurang atau salah dalam paparan
pasangannya. Jika kemudia terdapat pemahaman yang bertentangan dan kedua nggota
pasangan tidak dapat menncapat kesepakatan tentang pemahaman yang benar, maka
guru dapat mebantu memberikan pertanyaan-pertanyaan memicu sehingga kedua
anggota pasangan dapat dituntun pada suatu kesepakatan akan pemahaman masalah
yang akan diberikan.
5.
Elaborate, melakukan elaborasi
pada ide-ide utama dari masalah, dilakukan oleh kedua anggota pasangan. Untuk
langkah ini, kedua anggota pasanngan akan bekerja sama menemukan hal-hal yang
tidak diketahui dari masalah dengan menggunkan data-data yang diketahui.di sisni
mereka akan sama-sama menentukan satu atau lebih cara untuk enemukan hal-hal
yang tidak diketahui tersebut. Kembali disini kedua anggota pasangan dapat
meminta bantuan guru jika diperlukan.
Langkah dua 3,4 dan 5 diulangi lagi untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang berikutnya. (jika masalah yang diberikan lebh dari satu)
6.
Review, menyimpulkan keseluruhan
proses pemecahan masalah dan mentransmisikannya pada pasangan yang lain dalam
kelompoknya, dilakukan oleh kedua anggot pasangan. Hal ini dilakukan setelah
semua masalah yang diberikan diselesaikan.
7.
G. Teknik Inside outside Circle
Teknik Pembelajaran ini dikembangkan pula oleh Spencer
kagan. Dalam teknik ini, siswa dibagi menjadi 2 kelompok, 1 kelmpok membuat
lingkaran menghadap keluar, dan 1 kelompok lagi membuat lingkaran lainnya
diluar lingkara pertama menghadap ke dalam. Siswa yang saling berhadapan
berbagi informasi. Disampaikan secara bergiliran dimulai dari lingkaran dalam.
Agar pasangan berubah, lakukan gerakan satu langkah ke arah kiri atau gerakan
satu langkah berlawanan jarum jam dan satu kelompok lagi bergerak searah jarum
jam .[12]
Inovasi pembelajaran PAI dengan pembelajaran Kooperatif.
Era
globalisasi mambawa dampak yang
signifikan terhadap
perubahan- perubahan tata nilai kehidupan masyarakat
Salah satu bentuk perubahan tata nilai
tersebut seperti
diungkapkan Naisbitt dan Aburdene dalam Megatrends 2000
adalah "lemahnya keyakinan keagamaan, sikap individualistis, materialistis dan hedonis-
tis"(Rahmat, 1991: 71). Keadaaan ini berlawanan dengan ajaran Islam sekaligus tidak mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Kondisi objektif
terlihat pada berbagai
data basil penelitian, seperti yang kemukakan
oleh (Muhaimin 2002, Nurdin, 2002, Salamah, 2004) terungkap bahwa
proses belajar mengajar
PAI khususnya sekolah-sekolah menengah (SMA) belum dilaksanakan secara optimal, sehingga perannya sebagai mata pelajaran
yang
berorientasi pada pembentukan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT
serta akhlak
mulia belum dapat dicapai secara efektif.
Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya peranan
dan efektifitas pendidikan agama Islam dalam membentuk peserta
didik yang beriman
dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak nuilia adalah:
1. Pendidikan agama Islam selama ini dilaksanakan menggunakan
pendekatan pembelajaran yang kurang sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai.
2. Materi pembelajaran PAI yang lebih banyak bersifat teori, terpisah-pisah,
terisolasi atau kurang terkait dengan
mata pelajaran lain dan bahkan antar sub mata pelajaran PAI itu sendiri, yakni antara unsurAlquran, Keimanan, Akhlak, Fiqih dan Sejarah Islam (Tarikh) yang disajikan sendiri-sendiri.
3. Model pembelajarannya bersifat konvensional yakni lebih menekankan
pada
pengayaan
pengetahuan
(kognitif pada
tingkat
yang rendah) dan pada pembentukan sikap (afektif)
serta pembiasaan
(psiko-motorik). Sehingga pendidikan
agama Islam yang bertujuan untuk membentuk siswa yang memiliki pengetahuan tentang
ajaran agama Islam
serta mampu mengaplikasikan dalam
bentuk akhlak mulia
belum
dapat
digapai.
(Salamah: Hasil Penelitian Tesis 2004).
Upaya
untuk mengkaji kembali pelaksanaan pembelajaran PAI di lembaga pendidikan formal terutama, semakin
mendesak apabila dikaitkan dengan
kenyataan di lapangan yakni seperti;
(1) adanya berbagai krisis
kepercayaan, yang ditandai munculnya ketegangan, konflik
di beberapa daerah.
(2) Krisis akhlak yang tandai dengan semakin banyaknya kejahatan, baik berupa tindak kekerasan seperti; tawuran, penyalahgunaan narkona
dan lain-lain yang selalu meningkat setiap tahunnya.[13] (Isnia,
U. Output Pendidikan Mengancam Masa Depan (Republika, Online 24 Juli 2002,
tersedia: http://www.republika.co.id/cetak/html 2000).
Dalam pencapaian keberhasilan pembelajaran PAI,
diperlukan berbagai pendukung agar tujuan pembelajaran PAI. Kaitannya dengan
berbagai macam bentuk pembelajaran kooperatif di atas. Ada baiknya kita lihat
bagaimana model penerapannya pada pembelajaran PAI.
Di sini penulis mencontohkan pada mata pelajaran SKI
kelas V MI. Adapun sub temanya adalah
sejarah nabi muhammad saw. Siswa dibagi
ke dalam beberapa kelompok investigasi yakni kelompok A, B, C, D. Setiap
kelompok sudah mendapatkan informasi dan pembagian kelompok dari guru. Untuk
selanjutnya siswa memulai perencanaan dalam membagi tugas setiap kelompok dalam
mengumpulkan informasi. Dan tahap selanjutnya setiap anggota yang telah
mengumpulkan informasi tentang riwayat nabi muhammad tersebut, lalu menyatukan
informasi-informasi tersebut ke dalam sebuah hasil karya kelompok. Namun untuk
tugas spesialisasi ini, termasuk kepada penilaian proyek dan penyelesaian
tugasnya pun memakan waktu seminggu. Jadi Untuk tahap selanjutnya yakni
mendiskusikannya dengan teman-teman kelompok lain pada pertemuan berikutnya.
Numbered
Head Together (NHT)
Pelaksanaan NHT
:
- Penomoran : Pendidik membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok dengan jumlah anggota kelompok maksimal 5 orang, dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.
- Mengajukan Pertanyaan : Pendidik mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas. Misalnya 1. Apa yang dimaksud dengan shalat fardhu ‘ain? 2. Apa hukum shalat fardhu ‘ain? 3. Apa rukun shalat fardhu ‘ain? 4. Apa contoh shalat fardhu ’ain? 5. Bagaimana kaifiyat shalat fardhu ’ain?
- Berpikir Bersama : Para peserta didik setiap kelompok menyatukan pendapatnya tentang pertanyaan yang diajukan pendidik.
- Menjawab : Pendidik memanggil satu nomor tertentu, kemudian peserta didik yang nomornya sama mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
III. PENUTUP
Demikialah
pembahasan pembelajaran Kooperatif. Inti pembejalarana kooperatif adalah
efektifitas kegiatan pembelajaran dengan kelompok kelompok kecil, pembelajaran
interaksi sosial, meningkatkan tanggung jawab sosial dan individu. Serta bentuk
pencapaian pembelajaran bersama. Semoga dengan pemahaman model-model
pembelajaran kooperatif ini. Kita dapat menerapkannya dalam pengembangan
inovasi pembelajaran PAI.
Dalam
kebutuhan tingkat lanjut, teknik-teknik pembelajaran di atas akan menjadi lebih
menarik apabila selalu dikembangkan ke dalam action research class. Dengan
demikian kita daat melihat lebih jauh sklus pengaruh keefektifan penggunaan
pembelajaran kooperatif ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Anita Lie, Metode
Pembelajaran Gotong Royong, (Surabaya: Univ Kristen Petra Surabaya).
Isnia,
U. Output Pendidikan Mengancam Masa Depan (Republika, Online 24 Juli 2002,
tersedia: http://www.republika.co.id/cetak/html 2000).
Nurhadi, dkk, Pembelajaran
Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK (Malang: UM Press), 2004.
Robert. E
Slavin, Cooperative learning, (Bandung: Nusa Media), Cet I, 2008.
Sri Sulastri, Model
Pembelajaran Kooperatif, dalam Jurnal kependidikan FKIP Unsur Cianjur.
Shlomo
Sharan, Cooperatif Learning,Alih bahasa
Sigit Prawoto (Yogyakarta:Familia), 2012
[1] Nurhadi, dkk, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK
(Malang: UM Press
2004), hal: 60 11
[4] Sri Sulastri, Model
Pembelajaran Kooperatif, dalam Jurnal kependidikan FKIP Unsur Cianjur, hal. 26
[13] . (Isnia, U. Output Pendidikan
Mengancam Masa Depan (Republika, Online 24 Juli 2002,
tersedia: http://www.republika.co.id/cetak/html 2000).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar