Minggu, 29 Juni 2014

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM


 Penulis
Jonson Harianto, S.Pd.I
(disampaikan dalam kuliah S2 PAI UIN Jakarta)
A.    PENDAHULUAN
Kurikulum memiliki kedudukan yang strategis dalam pendidikan. Berangkat dari sini bahwa pengembangan kurikulum harus dengan memperhatikan alasan-atau landasan yang kuat. Selanjutnya bahwa dalam mengembangkan kurikulum, terlebih dahulu harus diidentifikasi dan dikaji secara selektif, akurat, mendalam dan menyeluruh landasan apa saja yang harus dijadikan pijakan dalam merancang, mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum. Dengan landasan yang kokoh kurikulum yang dihasilkan akan kuat, yaitu program pendidikan yang dihasilkan akan dapat menghasilkan manusia yang terdidik sesuai dengan hakekat kemanusiaannya, baik untuk kehidupan masa kini maupun menyongsong kehidupan jauh ke masa depan yang akan datang.
Penggunaaan landasan yang tepat dan kuat dalam mengembangkan kurikulum tidak hanya diperlukan oleh penyusun kurikulum ditingkat pusat (makro), akan tetapi terutama harus dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pengembang kurikulum ditingkat operasional (satuan pendidikan) yaitu guru, kepala sekolah, pengawas pendidikan dewan pendidikan atau komite sekolah dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait (stacke holder).. Landasan Filosofis Pendidikan Nasional Tujuan pendidikan Nasional di Indonesia tentu saja bersumber pada pandangan dan cara hidup manusia Indonesia, yakni Pancasila. Hal ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang berpancasila. Dengan kata lain, landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai dengan kandungan falsafah Pancasila itu sendiri. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional merumuskan, “Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Dengan diterapkannya kebijakan pemerintah yaitu pengembangan kurikulum operasional dilakukan disetiap satuan pendidikan dengan program kurkulum KTSP, maka seluruh jajaran disetiap satuan pendidikan harus memiliki pemahaman yang luas dan mendalam tentang landasan kurikulum, dan secara operasional harus dijadikan rujukan dalam mengimplementasikan kurikulum disetiap satuan pendidikan yang dikelolahnya.
Robert S Zais (1976 mengemukakan empat landasan pokok ) pengembangan kurikulum, yaitu; ”philosophy and the nature of knowledge, society and culture, the individual, and learning theory”.[1] Dengan berpedoman pada empat landasan tersebut, maka perancangan kurikulum yaitu pengembangan tujuan (aims, goals and objective), pengembangan isi (content), pengembangan proses pembelajaran (learning activities), dan pengembangan komponen evaluasi (evaluation), harus didasarkan pada landasan filosofis, psikologis, sosiaologis serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Landasan yang dipilih untuk dijadikan dasar pijakan dalam mengembangkan kurikulum sangat tergantung atau dipengaruhi oleh pandangan hidup, kultur, kebijakan poltik yang dianut oleh negara dimana kurikulum itu dikembangkan.
Dengan diterapkannya kebijakan pemerintah (Depdiknas) yaitu pengembangan kurikulum operasional dilakukan oleh setiap satuan pendidikan dengan program Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka seluruh jajaran di setiap satuan pendidikan harus memiliki pemahaman yang luas dan mendalam tentang landasan pengembangan kurikulum, dan secara operasional harus dijadikan rujukan dalam mengimplementasikan kurikulum di setiap satuan pendidikan yang dikelolanya.
Dalam pengembangan kurikulum, pentingnya memperhatikan landasan yang akan mendasari suatu kurikulum. Seperti yang kita kenal, ada beberapa landasan yang mendasari sebuah kurikulum. Pertama landasan Filosofis, yang merupakan landasan utama untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan nilai-nilai moral yang dianut masyarakat Indonesia, sebagaimana yang digambarkan dalam pancasila dan diharapkan dalam undang-undang dasar 1945. Kedua adalah landasan Psikologis, ini merupakan alas an bahwa pendidikan merupakan proses pembentukan karakter, pemenuhan kebutuhan indvidu dalam belajar, dimana kurikulum dapat diterapkan tanpa melupakan factor perkembangan individu dan keragaman cara belajar seorang individu terhadap pengalaman yang akan didapatnya nanti dalam pendidikan. Ketiga adalah landasan sosiologis, bahwa kurkulum nantinya menjadi sebuah solusi dalam pemenuhan individu yang diahrapakan berguna di dalam kehidupan masyarakat.

B.     PEMBAHASAN
Pengembangan Kurikulum
     Pengembangan kurikulum adalah tindak lanjut dari permasalahan-permasalahan yang ada pada pendidikan, dengan adanya upaya pengembangan ini akan meminimasir gav/ketimpangan antara konsep tujuan pendidikan dengan apa yang dipraktekkan dilapangan.
Rentangan Kegiatan (Range of Activity) Pengembangan isi kurikulum biasanya diawali dengan rancangan kebijakan kurikulum, rancangan bidang studi, program pembelajaran, unit pengajaran, dan rencana pembelajaran. Kebijakan kurikulum merupakan otoritas pemegang kebijakan pendidikan. Kebijakan kurikulum memuat tentang apa yang harus diajarkan dan berfungsi sebagai pedoman bagipara pengembang kurikulum lebih lanjut. Kebijakan kurikulum pada dasarnya merupakan keputusan yang ditentukan dari hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Menentukan kebijakan kurikulum harus dilaksanakan secara hati-hati, sebab akan memengaruhi berbagai kebijakan pendidikan lainnya. Misalnya, mengenai isi dari setiap disiplin ilmu yang perlu dikuasai oleh anak didik dalam jenjang tertentu, kebutuhan social macam apa yang harus dikuasai anak didik serta pengalaman belajar yang bagaimana yang harus dimiliki anak didik. Hal ini tentu saja didasari pada pengkajian yang komperensif. Rancangan program studi meliputi kegiatan-kegiatan menentukan tujuan, urutan serta kedalaman materi dalam setiap bidang studi, misalnya rancangan bidang studi matematika, bahasa, IPA, dan lain sebagainya.
  Rancangan program pengajaran adalah kegiatan merancang aktivitas belajar dalam setiap bidang studi untuk satu tahun, satu semester atau, satu caturwulan. Program pengajaran tersebut selanjutnya dijabarkan pada rencana pembelajaran, yang dirancang lebih khusus untuk jangka waktu tertentu. Bisa jadi program yang lebih khusus itu adalah program pembelajaran untuk satu kali pertemuan dalam proses pembelajaran.
Pengembangan landasan kurikulum diantaranya memperhatikan beberapa alasan dibawah ini yakni:
1. Studi tentang hakikat dan nilai pengetahuan (studies of nature and vakue of  knowledge) sebagai aspek filosofis.
2. Studi tentang siswa dan teori-teori belajar (studies of learners and learning theory) sebagai aspek psikologi.
          Gambar Peran landasan Kurikulum Selanjutnya bahwa peran landasan dalam  pengembangan adalah sebagai berikut:
1. Pengembang kurikulum pertama kali harus memiliki pandangan yang jelas tentang hakikat ilmu pengetahuan dan hakikat nilai (sebagai landasan filosofis).
2. Aspek psokologis yakni hakikat siswa dan bagaiman mereka belajar akan berkontribusi dalam membangun suatu kurikulum (landasan psikologis).
     Secara keseluruhan landasan tersebut akan menjadi sumber bagi pengembang dalam menentukan keputusan tentang kurikulum yang akan disusun. Berdasarkan keputusan, selanjutnya para pengembang dapat menentukan keputusan tentang tugas-tugas kurikulum.
     Ketika sumber-sumber menjadi landasan kurikulum dan konsep kurikulum telah menghasilkan isi kurikulum itu sendiri, maka selanjutnya kita dapat menentukan dari penjelasan di atas, makalah ini baru mengkaji dua aspek landasan kurikulum yang menjadi faktor utama menentukan keberhasilan pendidikan.

a.    Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme.[2] Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu.
Pendidikan senantiasa berhubungan dengan manusia apakan sebagai subjek, objek maupun sebagai pengelola.  Menurut M.J Langeveld “pendidikan maupun mendidik adalah suatu upaya orang dewasa yang dilakukan secara sengaja untuk membantu anak atau orang yang belum dewasa dalam suatu lingkungan mengingat pendidikan adalah suatu proses yang disengaja, tentu saja pendidikan adalah bertujuan atau memliki tujuan yang harus dicapai”. Untuk mencapai tujuan tersebut tentu saja harus ada isi atau bahan yang harus disampaikan, pendidik, peserta didik ada proses interaksi pendidikan yang ditempuh untuk mencapai tujuan, ada kegiatan evaluasi untuk mnetahui sejsuh mana hasil telah dicapai melalui proses dan materi pendidikan yang diberikan. Jika dianalisis secara lebih detail, ada enam unsure yang terlibat dalam proses pendidikan yaitu: 1) tujuan pendidikan, 2) pendidik, 3) anak didik, 4) isi pendidikan, 5) alat pendidikan, 6) lingkungan pendidikan. Keenam unsur tersebut masing masing memiliki peran yang amat menentukan, dan oleh karenanya dalam merumuskan, mengembangkan dan menentukan setiap unsure yang terlibat dalam proses pendidikan harus dilakukan melalui berfikir mendalam, logis, sitematis dan menyeluruh (filosofis).
Kurikulum sebagai suatu program pendidikan, melalui pendekatan elektik (electic model) yang dikembangkan oleh Robert S. Zais, menetapkan empat unsure kurikulum yaitu; Aims, Goals, Objectives; content; learning Activities; Evaluation. Untuk merumuskan dan mengembangkan setiap aspek dari keempat unsure kurikulum tersebut (pengembangan tujuan, isi/materi, metode/proses, dan pengembangan evaluasi) harus dilakukan dengan mengembangkan jawaban-jawaban atau pemikiran yang mendalam, logis, sistematis dan komprehensif atau dengan kata lain alasan yang dirumuskan dengan menggunakan hasil pemikiran filosofis. Misalnya ketika merumuskan tujuan untuk pendidikan dasar, maka sebelum tujuan dirumuskan paling tidak terlebih dahulu mengidentifikasi karakteristik usia siswa pendidikan dasar, kebutuhan dan kemampuan rata-rata siswa pada usia pendidikan dasar, harapan orang tua dan masyarakat seputar pendidikan anak pada usia pendidikan dasar, harapan pemerintah dan pihak-pihak lain yang terkait (stake holder).[3]
Dari hasil identifikasi para perancang kurikulum telah memiliki masukan yang sangat berharga, dan kemudian diformulasikan dalam rumusan tujuan pendidikan dasar yang dudasarkan pada berbagai masukan yang telah diperoleh sebelumnya. Dengan demikian tujuan dirumuskan tidak didasarkan pada pemikiran subjektif satu pihak saja, melainkan dirumuskan secara matang setelah mengkaji berbagai masukan, baik masukan teoritis, empirik, maupun hasil penelitian, atau dengan kata lain dilakukan melalui proses berfikir secara filosofis. Demikian juga ketika mengembangkan unsur-unsur kurikulum lainnya, seperti pengembangan isi/materi, proses, dan pengembangan evalusai, dilakukan dengan menggunakan metode yang sama.
Landasan filosofis merupakan jawaban mendasar atas pertanyaan-pertanyaan :apa yang menjadi tujuan pendidikan ? siapa pendidik dan terdidik ? apa isi pendidikan ? bagaimana proses interaksi pendidikan?
Pembahasan masalah adalam pengembangan kurikulum tidak terlepas dari ketiga istilah filsafat dalam melihata masalah kehidupan yakni; ontology, epistimologi dan aksiologi. Dalam ontologinya sekolah merupakan objek pengalaman realita yang akan diterapkan langsung oleh pesrta didik baik itu benda mati, benda hidup ataupun kondisi social di sekolah. Epistimologi merupakan proses dalam pencapaian pengetahuan anak. Di sini guru merupakan sumber dan menjadi jaminan bahwa apa yang diberikan kepada anak benar. Adapun aksiologi merupakan nilai yang diharapkan. Berangkat dari permasalahan manusia yang berada pada tiga hal yakni moral, estetik dan kehidupan social.[4]

b.      Landasan Psikologis
            Pendidikan merupakan proses pemindahan nilai-nilai, ilmu dan keterampilan dari generasi ke generasi untuk melanjutkan dan memelihara identitas masyarakat. Dalam pemindahan ini ada suatu proses, dalam proses ini psikologi memegang peranan penting. Persoalannya adalah melalui pengajaran atau melalui proses belajar. Dalam proses ini terjadinya interaksi guru dan murid. Apalagi murid tidak sekedar menerima pengetahuan dan keterampilan dari gurunya, tetapi ada proses aktif, dinamis dan kreatif. Namun untuk menciptakan hal tersebut adanya usaha seorang guru yakni harus ada rangsangan untuk belajar. Dan kurikulum harus mampu digunakan pada berbagai macam tingkat perkembangan dan cara belajar individu.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum perlunya memperhatikan perkembangan psikologi peserta didik. Dalam hal ini karena sekolah merupakan tempat bertemunya multi karakter dan tingkat perkembangan yang berbeda-beda. Termasuk di dalamnya adalah psikologi belajar, dari sini kurikulum harus mempertimbangan teori-teori belajar, hakekat belajar dan tujuan dari bejaar tersebut. Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan lingkungan[5], pengertian sejenis menyebutkan bahwa psikologi merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa.[6]
Peserta didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan (fisik, intelektual, sosial emosional, moral, dan sebagainya). Tugas utama seorang guru sebagai pendidik adalah membantu untuk mengoptimalkan perkembangan peserta didiknya berdasarkan tugas–tugas perkembangannya.
Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum diharapkan dapat diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta didik, baik penyesuaian dari segi materi/bahan yang harus diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari segi penyampaian dan proses belajar serta penyesuaian dari unsur–unsur upaya pendidikan lainnya.
Karakteristik perilaku tiap individu pada tiap tingkat perkembangan merupakan kajian yang terdapat dalam cabang psikologi perkembangan. Oleh sebab  itu, dalam pengembangan kurikulum yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan kurikulum. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam hal penentuan isi kurikulum yang diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi, tingkat kesulitan dan kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan tahap dan tugas perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap pengembangan kurikulum terutama berkenaan dengan bagaimana kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan bagaimana peserta didik harus mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi pelaksanaan kurikulum.

1. Psikologi Perkembangan dan Kurikulum
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan–keunikan yang berbeda satu sama lainnya, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan dan gerakan–gerakan tubuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Di dalam psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan ahli berkenaan dengan perkembangan individu pada tiap–tiap fase perkembangan.
  Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum, antara lain;
  Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya. Di samping disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang harus dipelajari peserta didik di sekolah, disediakan pula pembelajaran pilihan sesuai minat dan bakat anak. Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan bathin.
   Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak sebagai peserta didik terhadap proses pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut; Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada perubahan tingkah laku anak didik. Bahan/materi pembelajaran yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak. Strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan tahap perkembangan anak. Media yang digunakan selalu menarik perhatian dan minat anak didik, dan Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan dilaksanakan secara terus – menerus.

2. Psikologi Belajar dan Kurikulum
     Merupakan suatu cabang ilmu yang mengkaji bagaimana individu belajar. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia belajar berasal dari kata ajar yang berarti suatu petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui/diturut[4]. Segala perubahan perilaku yang terjadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Ngalim Purwanto menguraikan beberapa macam cara penyesuaian diri yang dilakukan manusia dengan sengaja atau tidak disengaja, dan bagaimana hubungannya dengan belajar. Seperti; belajar dan kematangan, belajar dan penyesuaian diri, belajar dan pengalaman, belajar dan bermain, belajar dan latihan, belajar dan pengertian.[7]
  Psikologi belajar yang berkembang sampai saat ini, pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi 3 kelas, antara lain;
a. Teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory)
Menurut teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu (faculties) yang masing–masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan sejenisnya. Potensi–potensi tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi secara optimal,daya berpikir anak sering dilatih dengan pembelajaran berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapal sesuatu. Daya yang telah terlatih dipindahkan ke dalam pembentukan lain. Pemindahan (transfer) ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian pembelajaran dalam konteks ini melatih anak didik dalam daya-daya itu, cara pembelajaran pada umumnya melalui hafalan dan latihan-latihan.
b. Behaviorisme
Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori koneksionisme/asosiasi, teori kondisioning, dan teori operant conditioning (reinforcement). Behaviorisme muncul dari adanya pandangan bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu dipengaruhi oleh lingkungan (keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat. Behaviorisme menganggap bahwa perkembangan individu tidak muncul dari hal yang bersifat mental, perkembangan hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan diamati.
Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hukum S – R (stimulus – respon) atau aksi-reaksi. Menurut teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan respon – stimulus. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus – respon seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini yaitu Edward L. Thorndike yang memunculkan tiga teori belajar yaitu, law of readiness, law of exercise, dan law of effect. Menurut hukum kesiapan (readiness) hubungan antara stimulus dengan respon akan terbentuk bila ada kesiapan pada system syaraf individu. Hukum latihan/pengulangan (exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang – ulang. Hukum akibat (effect) menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.[8]
c. Organismic/Cognitive Gestalt Field
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus yang hadir diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru lebih berperan sebagai pembimbing bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan dalam pandangan koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam hal proses pembelajaran, belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas menghapal tetapi memecahkan masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya diserahkan kepada masing-masing anak didik yang pada akhirnya peserta didik dibimbing untuk mengambil suatu kesimpulan bersama dari apa yang telah dipelajari.[9]
Ditambahkan pula bahwa prinsip-prinsip maupun penerapan dari organismic/cognitive gestalt field, antara lain;
-            Belajar berdasarkan keseluruhan
-            Belajar adalah pembentukan kepribadian
-          Belajar berkat pemahaman
-          Belajar berdasarkan pengalaman
-          Belajar adalah proses berkelanjutan


Adapun hasan langgulung membagi teori-teori belajar kepada dua kategori, yakni;
1.      Teri belajar asosiasi (beradasarkan aliran behavioris tradisonal)
2.      Teori belajar lapangan (salah satunya yang terkenal adalah teori Gestalt).[10]

III. KESIMPULAN
Pengembangan kurikulum yang ada di Indonesia, saat ini telah banyak mengalami perubahan. Banyak hal yang dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum di suatu negara termasuk Indonesia. Diantara landasan pengembangan kurikulum yang perlu dipertimbangkan yaitu landasan filosofis dan psikologi dalam pengembangan kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum dalam landasan filosofis, pentingnya menjadikan kurikulum yang terarah dan dan memiliki tujuan yang jelas akan dicapai. Bahwa tujuan, proses dan nilai yang ingin ditanamkan adalah pembahasan yang memerlukan proses berfikir yang tinggi. Di sinilah peran filsafat dalam menerjemahkan masalah-masalh pendidikan yang akan disusun ke dalam sebuah kurikulum.
Kedua adalah pengembangan kurikulum aspek psikologi patut dipertimbangkan, pada proses pelaksanaan kurikulum faktor psikologi dari pebelajar perlu diperhatikan. Psikologi yang dimaksud di sini, terdapat dua aspek psikologi antara lain; psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan memandang aspek kesiapan peserta didik dalam proses pelaksanaan kurikulum, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum perlu memandang dan memperhatikan faktor psikologi perkembangan dari tiap-tiap peserta didik.
Psikologi belajar merupakan bagian dari psikologi, yang mengkaji bagaimana seseorang melakukan kegiatan belajar, cara dia menerima suatu rangsang/informasi sehingga terjadi suatu proses belajar. Terdapat tiga bagian dari psikologi belajar, antara lain; teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory), behaviorisme, dan organismic/cognitive gestalt field.
Demikian pemabahasan dalam makalah ini, masukkan dan kritik merupakan saran utama untuk kami dalam memperbaiki makalah ini jadi lebih baik.
        


















DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin dan Idi Abdullah,(2007), Filsafat Pendidikan “Manusia, Filsafat dan Pendidikan”, Jogjakarta: Ar Ruzz Media, Cet.I
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (2008), Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (2007), Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. cet. XVIII
Pusat Bahasa Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2005), Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ketiga, cet. III
Sukarman, Dadang. Pengembangan Kurikulum – electronic book Kurikulum dan Teknologi Pendidikan – UPI. (2007), Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI.
Syaodih, Nana, Pengembangan Kurikum Teori dan Praktek, (1997), Bandung,P.T. Remaja Rosdakarya.







[1] Drs. Dadang Sukarman, M.Pd. Pengembangan Kurikulum – electronic book Kurikulum dan Tekhnologi Pendidikan – UPI. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI. 2007, h. 20
[2] Jalaluddin dan Idi Abdullah,(2007), Filsafat Pendidikan “Manusia, Filsafat dan Pendidikan”, Jogjakarta: Ar Ruzz Media, Cet.I, h. 84

[3] Drs. Dadang Sukarman, M.Pd. Pengembangan Kurikulum – electronic book Kurikulum dan Tekhnologi Pendidikan – UPI. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI. 2007, h. 19
[4] Jalaluddin dan Idi Abdullah, Filsafat Pendidikan “Manusia, Filsafat dan Pendidikan”, ,(Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2007), Cet.I, h. 126

[5] Drs. Dadang Sukarman, M.Pd. Pengembangan Kurikulum – electronic book Kurikulum dan Tekhnologi Pendidikan – UPI. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI. 2007, h. 20
[6] Depdiknas, KBBI. (Jakarta: Balai Pustaka, 2005) h.901

[7] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung; PT.Rosdakarya, 2006), cet.XX, h. 86-88
[8] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan…, h. 97
[9]  Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, h. 100
[10] Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam,  (Jakarta: PT. Pustaka AL Husna Baru, 2008), ce.VI, h.246-250

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sekilas Khutbah Jumat

 Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Pada hari Jumat, para umat Muslim di seluruh dunia melakukan ibadah salat Jumat yang mana saat ...