(SEJARAH, PERIODESASI DAN
KONTAK ISLAM DENGAN BARAT)
Artikel untuk diberikan sebagai Tugas UAS pada
perkuliahan
Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu Mata Kuliah :
Prof. Dr. Budi
Sulistiono, M.Hum
Prof. Dr. Murodi, MA.
Disusun Oleh:
JONSON HARIANTO, S.PD.I
NIM: 211101100014
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
The
Crusade War adalah alih bahasa dari perang salib, perang ini merupakan perang
sejarah permusuhan islam dan kristen. Awal kebencian terhadap Islam yang maju
dan penguasaan terhadap sejumlah tempat dan kota suci kristen seperti suriah,
asia kecil, spanyol, dan sicilia. Sejak tahun 632 H.[1]
Sumber
lain menjelaskan bahwa awal penyebab perang salib adalah persaingan antara Islam
dan kristen. Ketika itu penguasa Islam Alp Arselan yang memimpin gerakan
ekspansi yang dikenal dengan “peristiwa Manzikart” pada tahun 464 H (1071 M).
Pada peristiwa ini, tentara romawi mengalami kekalahan dari pasukan alp arselan
yang saat itu hanya memiliki 15.000 pasukan, sedangkan tentara romawi memiliki
200.000 pasukan dan merupakan gabungan dari tentara romawi, Ghuz, Al Akraj, Al
Hajr, Prancis dan Armenia.[2]
Peristiwa inilah mulai memunculkan benih permusuhan dan kebencian kristen
terhadap Islam. Hingga kebencian tersebut semakin besar setelah penguasaan
dinasti seljuk terhadap baitul maqdis, di sini dinasti Seljuk melahirkan
kebijakan-kebijakan bagi umat kristen yang berziarah ke sana. dan ada anggapan
bahwa peraturan tersebut dirasa merugikan umat kristen.
Namun
di samping faktor agama di atas, perlunya juga melihat berbagai faktor yang tak
kalah pentingnya. Artinya, mustahil bahwa perang tersebut hanya karena
permasalahan agama. Lamanya masa perang sejak 1095-1293, tentunya menyimpan
berbagai faktor dan meninggalkan peradaban baru dalam kontak islam dan barat
atau islam dan kristen.
Perang
salib juga telah menyumbangkan dampak positif terhadap perkembangan peradaban
di eropa, diantaranya perkembangan atau transmisi ilmu pengetahuan. Tentunya
menjadi keuntungan pula bagi dunia barat setelah kontak dengan dunia islam
melalui perang salib. Perang ini ini juga dibagi kepada beberapa periode dalam
perjalanannya, mulai dari periode awal sampai periode akhir yang memberikan
keuntungan dunia barat dalam memulai peradaban maju yang pernah dialami islam
sebelumnya.
Penulis
mengurai gambaran situasi politik awal masuknya perang salib sampai kepada
dampak lahirnya kontak barat dengan islam dan merubah peradaban barat yang
lebih maju dari dunia Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
I. Terjadinya
Perang Salib
Ada
beberapa argumen yang perlu disampaikan di sini. Pertama, Perang salib
merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri barat dan negeri timur,
jelasnya antara pihak Kristen dan pihak muslim. Perkembangan dan kemajuan ummat
muslim yang sangat pesat, pada akhir-akhir ini, menimbulkan kecemasan
tokoh-tokoh barat Kristen. Terdorong oleh kecemasan ini, maka mereka
melancarkan serangan terhadap kekuatan muslim.
Selanjutnya
yang kedua, datangnya kekuatan Bani Saljuk yang berhasil merebut Asia Kecil
setelah mengalahkan pasukan Bizantium pada peristiwa Manzikart tahun 1071, dan
selanjutnya Saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan dinasti Fatimiyah tahun
1078 M. Kekuasaan Saljuk di Asia Kecil dan yerusalem dianggap sebagai halangan
bagi pihak Kristen barat untuk melaksanakan haji ke Bait al-Maqdis. Padahal yang
terjadi adalah bahwa pihak Kristen bebas saja melaksanakan haji secara
berbondong-bondong. Pihak Kristen menyebarkan desas-desus perlakuan kejam Turki
Saljuk terhadap jemaah haji Kristen. Desas-desus ini membakar amarah umat
Kristen-Eropa.
Ketiga,
bahwa semenjak abad ke sepuluh pasukan muslim menjadi penguasa jalur
perdagangan di lautan tengah. Para pedagang Pisa, Vinesia, dan Cenoa merasa
terganggu atas kehadiran pasukan lslam sebagai penguasa jalur perdagangan di
laut tengah ini. Satu-satunya jalan untuk memperluas dan memperlancar
perdagangan mereka adalah dengan mendesak kekuatan muslim dari lautan ini”.
Keernpat,
propaganda Alexius Comnenus kepada Paus Urbanus ll. Untuk membalas kekalahannya
dalam peperangan melawan pasukan Saljuk. Bahwa paus merupakan sumber otoritas
tertinggi di barat yang didengar dan ditaati propagandanya. Paus Urbanus II
segera rnengumpulkan tokoh-tokoh Kristen pada 26 November 1095 di Clermont,
sebelah tenggara Perancis. Dalam pidatonya di Clermont sang Paus memerintahkan
kepada pengikut kristen agar mengangkat senjata melawan pasukan musim.
Tujuan
utama Paus saat itu adalah memperluas pengaruhnya sehingga gereja-gereja Romawi
akan bernaung di bawah otoritasnya. Dalam propagandanya, sang Paus Urbanus ll
menjanjikan ampunan atas segala dosa bagi mereka yang bersedia bergabung dalam
peperangan ini. Maka isu persatuan umat Kristen segera bergema menyatukan
negeri-negeri Kristen memenuhi seruan sang Paus ini. Dalam waktu yang singkat sekitar
150.000 pasukan Kristen berbondong-bondong memenuhi seruangsang Paus, mereka
berkumpul di Konstantinopel. Sebagian besar pasukan ini adalah bangsa Perancis
dan bangsa Normandia.[3]
II. Faktor
Penyebab Perang Salib
1. Faktor Agama
Sejak Dinasti Seljuk merebut Baitul Maqdis
dari tangan Dinasti Fatimiyah pada tahun 1070 M bertepatan pada tahun 471 H,
pihak Kristen merasa tidak bebas lagi menunaikan ibadah ke sana. Hal ini disebabkan karena para penguasa Seljuk menetapkan sejumlah
peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang hendak melaksanakan ibadah ke
Baitul Maqdis. Bahkan mereka yang pulang berziarah sering mengeluh karena
mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk yang fanatik. Umat Kristen
merasa perlakuan para penguasa Dinasti Seljuk sangat berbeda dengan para
penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai kawasan itu sebelumnya.[4]
Perlu diketahui, bahwa Dinasti Seljuk ialah dinasti yang pernah
memerintah Kekhilafahan Abbasiyah setelah Dinasti Buwaih pada tahun 1055 M-1194
M. Dinasti Seljuk berasal dari beberapa kabilah kecil rumpun suku Ghuz
di wilayah Turkistan. Pada abad kedua, ketiga dan keempat hijriah, mereka pergi
ke arah barat menuju Transoxiana dan Khurasan. Ketika itu mereka belum bersatu,
dan dipersatukan oleh Seljuk ibn Tuqaq, karena itulah mereka disebut
orang-orang Seljuk.[5]. Termasuk juga faktor agama
yaitu adanya perasaan keagamaan yang kuat di kalangan umat Kristen. Mereka
meyakini kekuatan gereja dan kemampuannya untuk menghapus dosa walaupun dosa
itu setinggi langit. (Al-Wakil,1998:165).
2. Faktor Politik
Kekalahan Bizantium sejak 330 disebut
Konstantinopel (Istambul) di Manzikart (Malazkird atau Malasyird, Armenia) pada
tahun 1071 M dan jatuhnya Asia Kecil ke bawah kekuasaan Seljuk, telah mendorong
Kaisar Alexius I Commenus (Kaisar Konstantinopel) untuk meminta bantuan kepada Paus
Urbanus II dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di
daerah-daerah pendudukan Dinasti Seljuk. Paus
Urbanus II bersedia membantu Bizantium karena janji Kaisar Alexius untuk tunduk
di bawah kekuasaan Paus di Roma dan harapan untuk dapat mempersatukan gereja
Yunani dan Roma. Oleh karena itu Paus Urbanus II berpidato kepada seluruh umat
Kristen Eropa di Clermont pada tahun 1095 M untuk melakukan perang suci. Dia
juga mengetahui berbagai kesuksesan Kristen di Spanyol, yang mencapai puncaknya
dengan direbutnya Toledo, dan penaklukan di Sisilia.
Di sisi lain,
kondisi kekuasaan Islam pada waktu itu berada pada
posisi lemah, sehingga orang-orang Kristen di Eropa berani untuk ikut
mengambil bagian dalam Perang Salib. Ketika itu Dinasti Seljuk di Asia Kecil
sedang mengalami perpecahan, Dinasti Fatimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh,
sementara kekuasaan Islam di Spanyol semakin goyah. Situasi semakin bertambah
parah karena adanya pertentangan segitiga antara Khalifah Fatimiyah di Mesir,
Khalifah Abbasiyah di Baghdad, dan Amir Umayyah di Cordoba yang
memproklamasikan dirinya sebagai Khalifah. Situasi yang demikian mendorong
penguasa-penguasa Kristen di Eropa untuk merebut satu-persatu daerah-daerah
kekuasaan Islam, seperti dinasti-dinasti kecil di Edessa (ar-Ruha') dan Baitul
Maqdis.
3. Faktor Sosial Ekonomi
Philip K. Hitti menjelaskan bahwa, umat
kristen yang ikut serta dalam perang salib juga memiliki dorongan untuk
kepentingan komersil dan ekonomi.[6]
Pedagang-pedagang besar yang berada di pantai
timur Laut Tengah, terutama yang berada di kota Venezia, Genoa, dan Pisa
berambisi untuk menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai timur
dan selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan dagang mereka. Untuk itu, mereka rela menanggung sebagian dana Perang Salib
dengan maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka apabila
pihak Kristen Eropa memperoleh kemenangan. Hal itu dimungkinkan karena jalur
Eropa akan bersambung dengan rute-rute perdagangan di Timur melalui jalur
strategis tersebut.
Di samping itu, stratifikasi sosial masyarakat Eropa itu terdiri
dari tiga kelompok, yaitu kaum gereja, kaum bangsawan serta kesatria, dan
rakyat jelata. Meskipun kelompok yang terakhir ini merupakan mayoritas di dalam
masyarakat, tetapi mereka menempati kelas yang paling rendah. Kehidupan mereka
sangat tertindas dan terhina, mereka harus tunduk kepada para tuan tanah yang
sering bertindak semena-semena dan mereka dibebani berbagai pajak serta
sejumlah kewajiban lainnya. Oleh karena itu, ketika mareka dimobilisasi oleh
pihak gereja untuk turut mengambil bagian dalam Perang Salib dengan janji akan
diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik bila perang dapat
dimenangkan, mereka menyambut seruan itu secara spontan dengan berduyun-duyun
melibatkan diri dalam perang tersebut.
III. Jalannya Peperangan
Perang salib terjadi tahun 1095 –
1291 M., terjadi dalam beberapa kali peperangan.
Diambil
dari:
http://www.hist.umn.edu/courses/hist3613/calendar/1stCrusade/images/First%20Crusade%20Map.jpg
Perang Salib 1
Pada
tahun 490 H/1096 M. sebuah pasukan salib yang dipimpin oleh komandan Walter
dapat ditundukkan oleh kekuatan Kristen Bulgaria. Kemudian Peter yang
mengkomandoi kelompok kedua pasukan salib bergerak melalui Hungaria dan
Bulgaria. Pasukan ini berhasil menghancurkan setiap kekuatan yang
menghalanginya. Seorang sultan negeri Nice berhasil menghadapinya bahkan
sebagian pimpinan salib berkenan memeluk lslam dan sebagian pasukan mereka
terbunuh dalam peperangan ini.
Setahun
kemudian yakni pada tahun 491 H/1097 M. pasukan Kristen di bawah komandan
Coldfrey bergerak dari Konstantinopel menyeberangi selat Bosporus dan berhasil
menaklukkan Antioch (Antakia) setelah mengepungnya selama 9 bulan. Pada
pengepungan ini pasukan salib melakukan pembantaian secara kejam tanpa
prikemanusiaan.
Setelah
berhasil menundukkan Antioch, pasukan salib bergerak ke Ma’arrat al-Nu’ man,
sebuah kota termegah di Syria. Di kota ini pasukan Salib juga melakukan
pembantaian ribuan orang. Pasukan salib selanjutnya menuju ke Yerusalem dan
dapat menaklukkannya dengan mudah. Ribuan jiwa muslirn menjadi kurban
pembantaian dalam penaklukan kota Yerusalern ini. “Tumpukan kepala, tangan dan
kaki terdapat disegala penjuru jalan dan sudur kota”. Sejarah telah menyaksikan
sebuah tragedi manusia yang memilukan. Goldfrey selanjutnya menjabat sebagai
penguasa atas negeri Yerusalem. Ia adalah penguasa yang cakap, dan komandan
yang bersemangat dan agresif.
Pada
tahun 503 H/1109 M., pasukan salib menaklukkan Tripoli. Mereka selain membantai
masyarakat Tripoli juga membakar perpustakaan, perguruan dan sarana industri
hingga menjadi abu. Selama terjadi penyerangan, kesultanan Saljuk sedang dalam
kemunduran. Perselisihan antara sultan-sultan Saljuk memudahkan pasukan salib
merebut wilayah-wilayah kekuasaan islam. Dalam kondisi seperti ini muncullah
seorang sultan Damaskus yang bernama Muhammad yang berusaha mengabaikan konflik
internal dan menggalang kesatuan dan kekuatan Saljuk untuk mengusir pasukan
salib. Baldwin, penguasa Yerusalem pengganti Goldfrey, dapat dikalahkan oleh
pasukan Saljuk ketika ia sedang menyerang kota Damaskus. Baldwin segera dapat
merebut kembali wilayah-wilayah yang lepas setelah datang bantuan pasukan dari
Eropa.
Sepeninggal
Sultan Mahmud, tampillah seorang perwira muslirn yang cakap dan gagah
pemberani. Ia adalah Imaduddin Zangki, seorang anak dari pejabattinggi Sultan
Malik Syah. Atas kecakapannya, ia menerima kepercayaan berkuasa atas kota Wasit
dari Sultan Mahmud. Belakangan penguasa Mosul dan Mesopotamia juga berlindung
kepadanya. la menerima gelar Attabek dari khalifah di Bagdad. Ia telah mencurahkan
kemampuannya dalam upaya mengembalikan kekuatan pemerintahan Saljuk dan
menyusun kekuatan militer, sebelum ia mengabdikan diri di kancah peperangan
salib.
Masyarakat
Aleppo dan Hammah yang menderita di bawah kekuasaan pasukan salib berhasil
diselamatkan oleh Imaduddin Zangki setelah berhasil mengalahkan pasukan salib.
Tahun berikutnya ia juga berhasil mengusir pasukan salib dari al- Asyarib.
Satu-persatu Zangki meraih kemenangan atas pasukan salib, hingga ia merebut
wilayah Edessa pada tahun 539 H/1144 M. Dalam pada itu, bangsa Romawi menjalin
kekuatan gabungan dengan pasukan Perancis menyerang Buzza. Mereka menangkap dan
membunuh perernpuan dan anak-anak yang tidak berdosa. Dari sini mereka
melancarkan serangan ke Caesarea. Penguasa negeri ini yakni Abu Asakir nneminta
bantuan pasukan Imaduddin Zangki. Zangki segera mengerahkan pasukannya dan ia
berhasil mengusir kekuatan Perancis dan Romawi secara memalukan. Wilayah
perbatasan di Akra berhasil digrebek hingga menyerah, demikian pula kota Balbek
segera ditaklukkan, untuk selanjutnya pendudukan kota Balbek ini dipercayakan
kepada komandan Najamuddin, ayah Salahuddin.
Penaklukan
Edesa merupakan keberhasilan Zangki yang terhebat. Oleh umat Kristen Edessa
merupakan kota yang termulya, karenanya kota ini dijadikan sebagai pusat
kepuasan. Dalam penaklukan Edessa, Zangki tidak berlaku kejam terhadap penduduk
sebagaimana tindakan pasukan salib. Tidak seorang pun merasakan tajamnya mata
pedang Zangki, kecuali pasukan salib yang sedang bertempur yang sebagian besar
adalah pasukan Perancis.
Dalam
perjalanan penaklukan Kalat Jabir, Zangki terbunuh oleh tentaranya sendiri.
Selama ini Zangki adalah seorang patriot sejati yang telah berjuang demi
membela tanah airnya. Baginya, “pelana kuda lebih nyaman dan lebih dicintainya
dari pada kasur sutra, dan juga suara hiruk-pikuk di medan peperangan terdengar
lebih merdu dan lebih dicintainya daripada alunan musik”.
Kepemimpinan
Imaduddin Zangki digantikan oleh putranya yang bernama Nuruddin Mahmud. Ia
bukan hanya seorang prajurit yang cakap, sekaligus juga ahli hukum, dan juga
seorang ilmuan. Pada saat itu umat Kristen Edessa dengan bantuan pasukan
Perancis herhasil mengalah pasukan muslim yang bertugas di kota ini dan sekal i
gus membanta i nya. N uruddi n segera mengerahkan pasukannya ke Edessa dan
berhasil merebutnya kembali Sejumlah pasukan Edessa dan para pengkhianat
dihukum dengan mata pedang, sedangkan bangsa Armenia yang bersekutu dengan
pasukan salib diusir ke luar negeri Edesa.
Perang Salib 2
Dengan
jatuhnya kembali kota Edesa oleh pasukan muslim, tokoh-tokoh Kristen Eropa
dilanda rasa cemas. St Bernard segera menyerukan kembali perang salib melawan
kekuatan muslim. Seruan tersebut membuka gerakan perang salib kedua dalam
sejarah Eropa. Beberapa penguasa Eropa menanggapi poiitif seruan perang suci
ini. Kaisar jerman yang bernama Conrad III, dan kaisar perancis yang bernama
Louis VII segera mengerahkan pasukannya keAsia. Namun kedua paiukan ini iapat
dihancurkan ketika sedang dalam perjalanan menuju Syiria. Dengan sejumlah pasukan
yang tersisa mereka berusaha mencapai Antioch, dan dari sisi mereka menuju ke
Damaskus.
Pengepungan
Damaskus telah berlangsung beberapa hari, ketika Nuruddin tiba di kota ini.
Karena terdesak oleh pasukan Nuruddin, pasukan salib segera melarikan diri ke
Palestina, sementara Conrad III dan Louis VII kembali ke Eropa dengan tangan
hampa. Dengan demikian beiakhirlah babak ke dua perang salib.
Nuruddin
segera rnulai memainkan peran baru sebagai sang penakluk. Tidak lama setelah
mengalahkan pasukan salib, ia berhasil rnenduduki benteng Xareirna, merebut
wilayah perbatasan Apamea pada tahun 544 H/1149 M., dan kota Joscelin. Pendek
kata, kota-kota penting pasukan salib berhasil dikuasainya. la segera menyambut
baik permohonan masyarakat Damaskus dalam perjuangan melawan penguasa Damaskus
yang menindas. Keberhasilan Nuruddin menaklukkan koia damaskus membuat sang
khalifah di Bagdad brerkenan rnemberinya gelar kehormatan “al-Malik al- ’Adil”.
Ketika
itu Mesir sedang dilanda perselisihan intern dinasti Fatimiyah. Shawar, seorang
perdana menteri Fatimiyah., dilepaskan dari jabatannya oleh gerakan rahasia.
Nuruddin mengirimkan pasukannya di bawah pimpinan komandan Syirkuh. Namun
ternyata Shawar justru memerangi Syirkuh berkat bantuan pasukan perancis hingga
berhasil rnenduduki Mesir.
Pada
tahun 563 H/1167 M. Syirkuh berusaha datang kembali ke Mesir. Shawar pun segera
rneminta bantuan raja Yerusalem yang bernama Amauri. Gabungan pasukan Shawar
dan Amauri ditaklukkan secara mutlak oleh pasukan Syirkuh dalam peperangan di
Balbain. Antara mereka terjadi perundingan yang melahirkan beberapa
kesepakatan: bahwa Syirkuh bersedia kembali ke Damaskus dengan imbalan 50.000
keping emas, Amauri harus menarik pasukannya dari Mesir. Namun Amauri tidak
bersedia meninggalkan Kairo, sehingga perjanjian tersebut batal secara
otomatis. Bahkan mereka menindas rakyat.
Atas
permintaan khalifah Mesir Syirkuh diperintahkan oleh Nuruddin agar segera
menuju ke Mesir. Masyarakat Mesir dan sang khalifah menyambut hangat kedatangan
Syirkuh dan pasukannya, dan akhirnya Syirkuh ditunjuk sebagai perdana menteri.
Dua bulan sesudah penundukan ini, Syirkuh meninggal dunia, kedudukannya
digantikan oleh kemenakannya yang bernama Salahuddin. Ketika kondisi politik
dinasti Fatimiyah semakin melemah, Salahuddin al-Ayyubi segera memulihkan
otoritas Khalifah Abbasiyah di Mesir, dan setelah dinasti Fatimiyah hancur
Salahuddin menjadi penguasa Mesir (570-590 H/1174-1193 M).
Salahuddin,
putra Najamuddin Ayyub, lahir di Takrit pada tahun 432 H/1137 M. Ayahnya adalah
pejabat kepercayaan pada masa lmaduddin Zangki dan masa Nuruddin. Salahuddin
adalah seorang letnan pada masa Nuruddin, dan telah berhasil mengkonsolidasikan
masyarakat Mesir, Nubia, Hijaz dan Yaman.
Sultan
Malik Syah yang menggantikan Nuruddin adalah raja yang masih berusia belia,
sehingga amir-amirnya saling berebut pengaruh yang menyebabkan timbulnya krisis
poiitik internal. Kondisi demikian ini memudahkan bagi pasukan salib untuk
menyerang Damaskus dan menundukkannya. Setelah beberapa lama tampillah
Salahuddin berjuang mengamankan Damaskus dari pendudukan pasukan salib.
Lantaran
hasutan Gumusytag, sang sultan belia Malik Syah menaruh kemarahan terhadap
sikap Salahuddin ini sehingga menimbulkan konflik antara keduanya. Sultan Malik
Syah menghasut masyarakat Alleppo berperang melawan Salahuddin. Kekuatan Malik
Syah di Alleppo dikalahkan oleh pasukan Salahuddin. Merasa.tidak ada pilihan
lain, Sultan Malik Syah rneminta bantuan pasukan salib. Semenjak kemenangan
melawan pasukan salib di Aleppo ini, terbukalah jalan lernpang bagi tugas dan
perjuangan Salahuddin di masa-masa mendatang hingga ia berhasil mencapai
kedudukan sultan. Semenjak tahun 575H/1182M, kesultanan Saljuk di pusat
mengakui kedudukan Salahuddin sebagai sultan atas seluruh wilayah Asia Barat.
Sementara
itu Baldwin III menggantikan kedudukan ayahnya, Amaury. Baldwin III
mengkhianati perjanjian genjatan senjata antara kekuatan muslim dengan pasukan
Salib-Kristen. Bahkan pada tahun 582H/11 86 M. Penguasa wilayah Kara yang
bernama Reginald mengadakan penyerbuan terhadap kabilah muslim yang sedang
melintasi benteng pertahanannya. Salahuddin segera mengerahkan pasukannya di
bawah pimpinan Ali untuk mengepung Kara dan selanjutnya menuju Galilee untuk
menghadapi pasukan Perancis. Pada tanggal 3 Juli 1187 M. kedua pasukan
bertempur di daerah Hittin, di mana pihak pasukan Kristen mengalami kekalahan.
Ribuan pasukan mereka terbunuh, sedang tokoh-tokoh militer mereka ditawan.
Sultan Salahuddin selanjutnya merebut benteng pertahanan Tiberia. Kota Acre, Naplus,
Jericho, Ramla, Caesarea, Asrul Jaffra, Beyrut, dan sejumlah kota-kota lainnya
satu persatu jatuh dalanr kekuasaan Sultan Salahuddin.
Selanjutnya
Salahudin memusatkan perhatiannya untuk menyerang Yerusalem, di mana ribuan
rakyat muslim dibantai oleh pasukan Salib-Kristen. Setelah mendekati kota ini,
Salahuddin segera menyampaikan perintah agar seluruh pasukan Salib-Kristen
Yerusalem menyerah. Perintah tersebut sama sekali tidak dihiraukan, sehingga
Salahuddin bersumpah untuk membalas dendam atas pembantaian ribuan warga
muslim. Setelah beberapa larna terjadi pengepungan, pasukan salib kehilangan
semangat tempurnya dan memohon kemurahan hati sang sultan. Jiwa sang sultan
terlalu lembut dan penyayang untuk melaksanakan sumpah dan dendamnya, sehingga
ia pun memaafkan mereka. Bangsa Romawi dan warga Syria-Kristen diberi hidup dan
diizinkan tinggal di Yerusalem dengan hak-hak warga negara secara penuh. Bangsa
Perancis dan bangsa-bangsa Latin diberi hak meninggalkan Palestina dengan
membayar uang tebusan 10 dinar setiap orang dewasa, dan 1 dinar untuk setiap
anak-anak. Jika tidak bersedia mereka dijadikan sebagai budak. Namun peraturan
seperti ini tidak diterapkan oleh sang sultan secara kaku. Salahuddin berkenan
melepaskan ribuan tawanan tanpa tebusan sepeser pun, bahkan ia mengeluarkan
hartanya sendiri untuk menrbantu menebus sejumlah tawanan. Salahuddin juga
membagi-bagikan sedekah kepada ribuan masyarakat Kristen yang miskin dan lemah
sebagai bekal perjalanan mereka pulang. Ia menyadari betapa pasukan Salib-Kristen
telah membantai ribuan rnasyarakat muslim yang tidak berdosa, namun suara
hatinya yang lembut tidak tega untuk melampiaskan dendam terhadap pasukan
Kristen.
Pada
sisi lainnya Salahuddin juga membina ikatan persaudaraan antara warga Kristen
dengan warga muslim, dengan memberikan hak-hak warga Kristen sama persis dengan
hak-hak warga muslim di Yerusalem. Sikap Salahuddin demikian ini membuat umat
Kristen di negeri-negeri lain ingin sekali tinggal di wilayah kekuasaan sang
sultan ini. “sejumlah warga Kristen yang meninggalkan Yerusalem menuju Antioch
ditolak dan bahkan dicaci maki oleh raja Bahemond. Mereka lalu menuju ke negeri
Arab di mana kedatangan mereka disambut dengan baik”, kata Mill. Perlakuan baik
pasukan muslim terhadap umat Kristen ini sungguh tidak ada bandingannya
sepanjang sejarah dunia. Padahal sebelumnya, pasukan Salib-Kristen telah
berbuat kejam, menyiksa dan menyakiti warga muslim.
Perang
Salib 3
Jatuhnya
Yerusalem dalam kekuasaan Salahuddin menimbulkan keprihatinan besar kalangan
tokoh-tokoh Kristen. Seluruh penguasa negeri Kristen di Eropa berusaha
menggerakkan pasukan salib lagi. Ribuan pasukan Kristen berbondong-bondong
menuju Tyre untuk berjuang mengembalikan prestis kekuatan mereka yang telah
hilang. Menyambut seruan kalangan gereja, maka kaisar Jerman yang bernama
Frederick Barbarosa, Philip August, kaisar Perancis yang bernama Richard,
beberapa pembesar kristen rnembentuk gabungan pasukan salib. Dalam hal ini
seorang ahli sejarah menyatakan bahwa Perancis mengerahkan seluruh pasukannya
baik pasukan darat maupun pasukan lar.rtnya. Bahkan wanita-wanita Kristen turut
ambil bagian dalam peperangan ini. Setelah seluruh kekuatan salib berkumpul di
Tyre, mereka segera bergerak mengepung Acre.
Salahuddin
segera menyusun strategi untuk menghadapi pasukan salib. Ia menetapkan strategi
bertahan di dalam negeri dengan mengabaikan saran para Amir untuk melakukan
pertahanan di luar wilayah Acre. ”Demikianlah Salahuddin mengambil sikap yang
kurang tepat dengan memutuskan pandangannya sendiri’” ungkap salah seorang ahli
sejarah. Jadi Salahuddin mestilah berperang untuk menyelamatkan wilayahnya
setelah pasukan Perancis tiba di Acre.
Pada
tanggal 14 September 1189 M. Salahuddin terdesak oleh pasukan salib, namun
kemenakannya yang bernama Taqiyuddin berhasil mengusir pasukan salib dari
posisinya dan mengembalikan hubungan dengan Acre. Dalam hal ini Ibn al-Athir
menyatakan, “pasukan muslim mesti melanjutkan peperangan hingga malam hari
sehingga mereka berhasil mencapai sasaran penyerangan. Namun setelah mendesak
separuh kekuatan Perancis, pasukan muslim kembali dilemahkan pada hari
berikutnya.
Kota
Acre kembali terkepung selama hampir dua tahun. Sekalipun pasukan rnuslim
menghadapi situasi yang serba sulit selama pengepungan ini, namun mereka tidak
patah semangat. Segala upaya pertahanan pasukan muslim semakin tidak membawa
hasil, bahkan mereka merasa frustasi ketika Richard dan Philip August tiba
dengan kekuatan pasukan salib yang maha besar. Sultan Salahuddin merasa
kepayahan menghadapi peperangan ini, sementara itu pasukan muslim dilanda wabah
penyakit dan kelaparan. Masytub, seorang komandan Salauhuddin akhirnya
mengajukan tawaran damai dengan kesediaan atas beberapa persyaratan sebagaimana
yang pernah diberikan kepada pasukan Kristen sewaktu penaklukan Yerusalem
dahulu. Namun sang raja yang tidak mengenal balas budi ini sedikit pun tidak
memberi belas kasih terhadap ummat muslim. la membantai pasukan muslirn secara
kejam.
Setelah
berhasil menundukkan Acre, pasukan salib bergerak menuju Ascalon dipimpin oleh
Jenderal Richard. Bersamaan dengan itu Salahuddin sedang mengarahkan operasi
pasukannya dan tiba d i fucalon I e6l h awil. Ketika tiba di Ascalon, Richard
mendapatkan kota ini telah dikuasai oleh pasukan Salahuddin. Merasa tidak
berdaya mengepung kota ini, Richard mengirimkan delegasi perdamaian menghadap
Salahuddin. Setelah berlangsung perdebatan yang kritis, akhirnya sang sultan
bersedia menerirna tawaran damai tersebut. ”Antar pihak Muslim dan pihak
pasukan salib menyatakan bahwa wilayah kedua belah pihak saling tidak
rnenyerang dan menjamin keamanan masing-masing, dan bahwa warga negara kedua
belah pihak dapat saling keluar masuk ke wilayah lainnya tanpa, gangguan apa
pun”. Jadi perjanjian damai yang menghasilkan kesepakatan di atas mengakhiri perang
salib ke tiga.
Perang Salib 4
Dua
tahun setelah kematian Salahuddin berkobar perang salib keempat atas inisiatif
Paus Celestine III. Namun sesungguhnya peperangan antara pasukan muslim dengan
pasukan Kristen telah berakhir dengan usianya perang salib ketiga. Sehingga
peperangan berikutnya tidak banyak dikenal. Pada tahun 1195 M. pasukan salib
menundukkan Sicilia, kemudian terjadi dua kali penyerangan terhadap Syria.
Pasukan kristen ini mendarat di pantai Phoenecia dan menduduki Beirut. Anak
Salahuddin yang bernama al-Adil segera rnenghalau pasukan salib. la selanjutnya
menyerang kota perlindungan pasukan salib. Mereka kemudian mencari tempat
perlindungan ke Tibinim, lantaran semakin kuatnya tekanan dari pasukan muslim,
pihak salib akhirnya menempuh inisiatif damai. Sebuah perundingan menghasilkan
kesepakatan pada tahun 1198M, bahwa peperangan ini harus dihentikan selama tiga
tahun.
Perang
Salib 5
Belum
genap mencapai tiga tahun, Kaisar Innocent III menyatakan secara tegas
berkobarnya perang salib ke lima setelah berhasil rnenyusun kekuatan miliier.
Jenderal Richard di lnggris menolak keras untuk bergabung dalam pasukan salib
ini, sedang mayoritas penguasa Eropa lainnya menyarnbut gembira seruan perang
tersebut. Pada kesempatan ini pasukan salib yang bergerak menuju Syria
tiba-tiba mereka membelokkan geiakannya menuju Konstantinopel. Begitu tiba di
kota ini, mereka membantai ribuan bangsa romawi baik laki-laki maupun perempuan
secara bengis dan kejam. pembantai ini berlangsung dalam beberapa hari. Jadi pasukan
muslim sama sekali tidak mengalami kerugian karena tidak terlibat dalam
peristiwa ini.
Perang
Salib 6
Pada
tahun 613 H/1216M, Innocent III mengobarkan propaganda perang salib ke enam.
250.000 pasukan salib, mayoritas Jerman, mendarat di Syria. Mereka terserang
wabah penyakit di wilayah pantai Syria hingga kekuatan pasukan tinggal tersisa
sebagian. Mereka kemudian bergerak menuju Mesir dan kemudian mengepung kota
Dimyat. Dari 70.000 personil, pasukan salib berkurang lagi hingga tinggal 3.000
pasukan yang tahan dari serangkaian wabah penyakit. Bersamaan dengin ini,
datang tambahan pasukan yang berasal dari perancis yang bergerak menuju Kairo.
Narnun akibat serangan pasukan muslim yang terus-menerus, mereka men jadi
terdesak dan terpaksa rnenempuh jalan damai. Antara keduanya tercapai
kesepakatan damai dengan syarat bahwa pasukan salib harus segera meninggalkan
kota Dimyat.
Perang
Salib 7
Untuk
mengatasi konflik politik internal, Sultan Kamil mengadakan perundingan kerja
sarna dengan seorang jenderal Jerman yang bernarna Frederick. Frederick
bersedia membantunya rnenghadapi musuh-musuhnya dari kalangan Bani Ayyub
sendiri, sehingga Frederick nyaris menduduki dan sekaligus berkuasa di
yerusalem. Yerusalem berada di bawah kekuasaan tentara salib sampai dengan
tahun 1244 M., setelah itu kekuasaan salib direbut oleh Malik al-shalih
Najamuddi al-Ayyubi atas bantuan pasukan Turki Khawarizmi yang berhasil
meiarikan diri dari kekuasaan Jenghis Khan.
Perang
Salib 8
Dengan
direbutnya kota Yerusalern oleh Malik al- Shalih, pasukan salib kembali
menyusun penyerangan terhadap wilayah lslam. Kali ini Louis IX, kaisar
perancis, yang memimpin pasukan salib kedelapan. Mereka mendarat di Dirnyat
dengan mudah tanpa perlawanan yang beranti. Karena pada saat itu Sultan
Malikal-shalih sedang menderita sakit keras sehingga disiplin tentara muslim
merosot. Ketika pasukan Louis IX bergerak menuju ke Kairo melalui jalur sungai
Nil, mereka mengalami kesulitan lantaran arus sungai mencapai ketinggiannya,
dan mereka juga terserang oleh wabah penyakit, sehingga kekuatan salib dengan
mudah dapat dihancurkan oleh pasukan Turan Syah, putra Ayyub. Setelah berakhir perang salib ke delapan
ini, pasukan Salib-Kristen berkali-kali berusaha mernbalas kekalahannya, namun
selalu mengalami kegagalan.
IV. Periodisasi Perang Salib
Dalam penjelasan Philip K Hitti, Perang salib
periode sasi perang salib yang lebih tepat adalah; pertama periode penaklukkan,
Periode Reaksi Umat Islam, dan periode perang kecil-kecil.[7]
A. Periode Pertama atau Periode penaklukan (1096-1144)
Jalinan kerja sama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II
berhasil membangkitkan semangat umat Kristen, terutama akibat pidato Paus
Urbanus II pada Konsili Clermont pada tanggal 26 November 1095 M. Pidatonya ini
bergema ke seluruh penjuru Eropa yang mengakibatkan seluruh negara Kristen
mempersiapkan berbagai bantuan untuk mengadakan penyerbuan. Gerakan ini
merupakan gerakan spontanitas yang diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat.
Gerakan ini dipimpin oleh Pierre I'Ermite. Sepanjang jalan menuju
Kontanstantinopel, mereka membuat keonaran, melakukan perampokan, dan bahkan
terjadi bentrokan dengan penduduk Hongaria dan Bizantium, akhirnya dengan mudah
pasukan Salib dapat dikalahkan oleh pasukan Dinasti Seljuk. [8]
Pasukan Salib angkatan berikutnya dipimpin oleh Godfrey, Bohemond,
dan Raymond. Gerakan kali ini merupakan ekspedisi militer yang terorganisasi
dan rapi, dan mereka memperoleh kemenangan yang besar dengan menaklukan Nicea
pada tanggal 18 Juni 1097 M, dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini
mereka mendirikan kerajaan Latin I dengan Baldawin sebagai raja. Pada tahun
yang sama mereka dapat menguasai Antiochea dan mendirikan kerajaan Latin II di
Timur dengan Bohemond sebagai raja. Mereka juga berhasil menduduki Baitul
Maqdis pada tanggal 15 Juli 1099 M dan mendirikan kerajaan latin III dengan
rajanya, Godfrey. Selanjutnya mereka berturut-turut menguasai kota Akka pada
tahun 1104 M, Tripoli tahun 1109 M dengan mendirikan kerajaan Latin IV dan
rajanya Raymond, kemudian kota Tyre pada tahun 1124 M.[9]
B. Periode
Kedua atau Periode Reaksi Umat Islam (1144-1192)
Di
bawah komando Imaduddin Zanki, penguasa Moshul dan Irak, berhasil menaklukan
kembali Aleppo, Haminah, dan Edessa pada tahun 1144 M. Namun ia wafat tahun
1146 M, dan digantikan oleh putranya Nuruddin Zanki. Nuruddin berhasil merebut
kota Damaskus tahun 1147, Antiochea pada tahun 1149 M, dan pada tahun 1151 M
seluruh Edessa dapat direbut kembali. Selain
itu, ia berhasil membebaskan Mesir pada tahun 1169 M.[10]
Keberhasilan kaum muslimin
meraih berbagai kemenangan menyebabkan orang- orang Kristen mengobarkan Perang
Salib kedua. Paus Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut positif
oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Condrad II. Keduanya memimpin
pasukan salib untuk merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi gerak maju
mereka dihambat oleh Nuruddin Zanki. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus,
dan Louis VII dan Condrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Pada
tahun 1 174 M Nuruddib wafat, dan pimpinan perang dipegang oleh Shalah al-Din
al-Ayyubiyah di Mesir pada tahun 1175 M. Akhirnya Shalah al-Din dapat merebut
kembali Yerusalem pada tahun 1187 M. Dengan demikian kerajaan Latin di
Yerusalem yang berlangsung selama 88 tahun berakhir.[11]
Jatuhnya Yerusalem ke tangan kaum Muslimin sangat memukul perasaan
tentara salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Kali ini tentara salib
dipimpin oleh Frederick Barbarossa, raja Jerman, Richard the Lion Hart, raja
Inggris, dan Philip Augustus, raja Perancis, yang bergerak pada tahun 1189 M.
Ekspedisi militer salib kali ini dibagi dalam beberapa divisi.
Sebagian menempuh jalan darat dan yang lainnya menempuh jalur laut. Frederick
yang memimpin divisi darat tewas tenggelam dalam penyeberangannya di sungai
Armenia, dekat kota ar-Ruha'. Sebagian tentaranya kembali, kecuali beberapa
orang yang terus melanjutkan perjalanannya di bawah pimpinan putra Frederick.
Adapun kedua divisi lainnya yang menempuh jalur laut bertemu di Sicilia. Karena
terjadi kesalahpahaman, akhirnya mereka meninggalkan Sicilia secara terpisah,
Richard menuju Cyprus dan mendudukinya dan selanjutnya menuju Syam (Suriah).
Adapun Philip langsung menuju Acre (Akka) dan berhasil merebutnya yang kemudian
dijadikan ibu kota kerajaan Latin. Akan tetapi mereka tidak berhasil memasuki
Palestina.
C. Periode
Ketiga atau Periode Kehancuran Pasukan Salib (1193-1291 M)
Tentara Salib pada periode ini dipimpin oleh raja Jerman,
Frederick II. Kali ini mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum
Palestina, dengan harapan dapat bantuan orang Kristen Qibthi. Pada tahun 1219 M
mereka berhasil menduduki Dimyat. Raja Mesir dari dinasti Ayyubiyah waktu itu,
al-Malik al-Kamil, membuat perjanjian dengan Frederick, yang isinya antara lain
Frederick bersedia melepaskan Dimyat, sementara al-Malik al-Kamil melepaskan
Palestina, dengan syarat Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan
Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria.
Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali
oleh kaum muslimin pada tahun1247 M, di masa pemerintahan al-Malik al-Shalih,
penguasa Mesir selanjutnya. Ketika Mesir dikuasai dinasti Mamalik -yang
menggantikan posisi dinasti Ayyubiyah- pimpinan perang dipegang oleh Baybars
dan Qolawun. Pada masa merekalah, Akka dapat direbut kembali oleh kaum muslimin
pada tahun 1291 M. [12]
Dalam buku Ensiklopedi Islam dinyatakan bahwa
Perang Salib ketiga ini dikenal sebagai periode kehancuran pasukan Salib, hal
ini disebabkan karena periode ini lebih disemangati ambisi politik untuk
memperoleh kekuasaan dan material, bukan motivasi karena agama. Tujuan utama
mereka untuk membebaskan Baitul Maqdis, mereka lupakan. Hal ini dapat dilihat katika pasukan Salib yang semula dipersiapkan
menyerang Mesir ternyata membelokkan haluan menuju Konstantinopel. Kota ini
dapat direbut dan dikuasai dengan Baldwin sebagai rajanya. Dia adalah raja
Roma-Latin pertama yang berkuasa di Konstantinopel.
IV. Dampak Perang
Salib
Sejarah panjang peristiwa politik, ekonomi dan agama ini,
tentunya meninggalkan bekas baik itu baik itu bagi peradaban Islam maupun bagi
Barat. Akibat adanya perang Salib ini, walaupun umat Islam berhasil
mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka
derita banyak sekali, karena peperangan ini terjadi di wilayah Islam. Di antaranya adalah kekuatan politik umat Islam menjadi lemah.
Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah
belah. Banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat
Abbasiyah di Baghdad.[13]
Meskipun pihak Kristen Eropa
menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka telah mendapatkan hikmah
yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan
dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya. Bahkan kebudayaan dan
peradaban yang mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya renaisans
di Barat. Kebudayaan yang mereka bawa ke Barat terutama dalam bidang militer,
seni, perindustian, perdagangan, pertanian, astronomi, kesehatan, dan
kepribadian.
Dalam bidang militer, dunia Barat
menemukan persenjataan dan teknik berperang yang belum pernah mereka temui
sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan bahan-bahan peledak untuk
melontarkan peluru, pertarungan senjata dengan menunggang kuda, teknik melatih
burung merpati untuk kepentingan informasi militer, dan penggunaan alat-alat
rebana dan gendang untuk memberi semangat kepada pasukan militer di medan
perang.
Dalam bidang perindustrian, mereka
menemukan kain tenun dan peralatannya di dunia Islam, kemudian mereka bawa ke
negerinya, seperti kain muslin, satin, dan damas. Mereka juga menemukan
berbagai jenis parfum, kemenyan, dan getah Arab yang dapat mengharumkan
ruangan.
Sistem
pertanian yang sama sekali baru di dunia Barat mereka temukan di Timur-Islam,
seperti model irigasi yang praktis dan jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan
yang beraneka macam, termasuk penemuan gula.
Hubungan perniagaan dengan
Timur-Islam menyebabkan mereka menggunakan mata uang sebagai alat tukar barang,
yang sebelumnya mereka menggunakan sistem barter. Ilmu astronomi berkembang
pada abad ke-9 di dunia Islam telah pula mempengaruhi lahirnya berbagai observatorium
di dunia Barat. Selain itu juga mereka meniru rumah sakit dan tempat pemandian.
Yang tidak kurang pentingnya adalah bahwa sikap dan kepribadian umat Islam di
Timur pada waktu itu telah memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai
kemanusiaan di Eropa yang sebelumnya tidak mendapat perhatian.
Dampak Perang Salib
Terhadap Peradaban Islam
Akibat adanya perang Salib ini, walaupun umat Islam berhasil mempertahankan
daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita banyak
sekali, karena peperangan ini terjadi di wilayah Islam. Di antaranya adalah
kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan
menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak dinasti kecil yang
memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad (Yatim,2003:79).
Meskipun pihak Kristen Eropa menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun
mereka telah mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya karena mereka
dapat berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian
majunya. Bahkan kebudayaan dan peradaban yang mereka peroleh dari Timur-Islam
menyebabkan lahirnya renaisans di Barat. Kebudayaan yang mereka bawa ke Barat
terutama dalam bidang militer, seni, perindustian, perdagangan, pertanian, astronomi,
kesehatan, dan kepribadian.
Dalam bidang militer, dunia Barat menemukan
persenjataan dan teknik berperang yang belum pernah mereka temui sebelumnya di
negerinya, seperti penggunaan bahan-bahan peledak untuk melontarkan peluru,
pertarungan senjata dengan menunggang kuda, teknik melatih burung merpati untuk
kepentingan informasi militer, dan penggunaan alat-alat rebana dan gendang
untuk memberi semangat kepada pasukan militer di medan perang.
Dalam bidang perindustrian, mereka menemukan kain tenun
dan peralatannya di dunia Islam, kemudian mereka bawa ke negerinya, seperti
kain muslin, satin, dan damas. Mereka juga menemukan berbagai jenis parfum,
kemenyan, dan getah Arab yang dapat mengharumkan ruangan.
Sistem pertanian yang sama sekali baru di dunia Barat mereka temukan di
Timur-Islam, seperti model irigasi yang praktis dan jenis tumbuh-tumbuhan dan
buah-buahan yang beraneka macam, termasuk penemuan gula.
Hubungan perniagaan dengan Timur-Islam menyebabkan mereka
menggunakan mata uang sebagai alat tukar barang, yang sebelumnya mereka
menggunakan sistem barter. Ilmu astronomi berkembang pada abad ke-9 di dunia
Islam telah pula mempengaruhi lahirnya berbagai observatorium di dunia Barat.
Selain itu juga mereka meniru rumah sakit dan tempat pemandian. Yang tidak
kurang pentingnya adalah bahwa sikap dan kepribadian umat Islam di Timur pada
waktu itu telah memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai kemanusiaan di
Eropa yang sebelumnya tidak mendapat perhatian.
III. PENUTUP
Demikian ulasan perjalanan terjadinya perang salib,
peristiwa panjang ini telah menyisahkan perubahan besar bagi peradaban barat.
Dan memutar kemunduran bagi barat dan Islam. Dimana dunia Islam mengalami
kemunduran pasca perang salib ini. Dari
berbagai uraian dan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan, yaitu :
1.
Perang Salib adalah perang antara umat Islam dan umat Kristen
dengan disebabkan beberapa faktor seperti, faktor agama, politik dan sosial
ekonomi.
2.
Perang Salib berlangsung sejak tahun 1096 sampai tahun 1291 M
dengan tiga periode, periode pertama adalah periode penaklukan (1096-1144 M),
periode kedua adalah periode reaksi umat Islam (1144-1192 M), dan periode
ketiga adalah periode kehancuran pasukan Salib (1193-1291 M).
3.
Perang Salib ini berdampak negatif kepada peradaban Islam, dengan
kata lain menguntungkan pihak Kristen. Di antaranya, kekuatan politik umat
Islam menjadi lemah, sementara pihak Kristen dengan adanya Perang Salib itu
dapat berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang saat itu sudah
maju. Seperti, bidang militer, perindustrian, pertanian, perdagangan atau
perniagaan, dan termasuk juga dalam ilmu astronomi dan kesehatan.
4.
Perang Salib termasuk faktor eksternal kelemahan dan kehancuran
kekhilafahan Bani Abbasiyah. Karena terjadinya Perang Salib yang berlangsung
selama tiga abad itu menyebabkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah.
DAFTAR PUSTAKA
Munir, Amir Samsul, Sejarah Peradaban Islam, (2010), Jakarta; Amzah
Yatim, Badri (2003).Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada.
Sodiqin,
Ali dkk (2003).Sejarah Peradaban Islam.Yogyakarta: Fak. Adab IAIN Sunan
Kalijaga.
K.Hitti Philip, History Of Arabs, (2005), Jakarta;Serambi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar