MAKALAH SEMINAR NASIONAL PERADABAN BESEMAH KUNO
SEBAGAI PENDAHULU KERAJAAN SRIWIJAYA
“
PAGAR ALAM KOTA
PERJUANGAN ”
DISAMPAIKAN
OLEH :
WALIKOTA PAGAR ALAM
Drs. H. DJAZULI KURIS, MM
PAGARALAM,
28 FEBRUARI 2009
PAGARALAM
KOTA PERJUANGAN
Drs. H. Djazuli Kuris, MM
1.
Pendahuluan
Dari tinjauan
kesejarahan, keberadaan Besemah (Sumber Belanda menyebutkan Pasemah, merujuk bagian hikayat Pasemah Libagh) terutama dapat dilihat
pada masa pra hingga masa kesultanan Palembang Darussalam. Pada masa inilah
dikenal istilah marga. Pada masa pemerintahan Sido Ing Kenayan yang nai tahta
sekirtar tahun 1629, di buat semacam undang – undang yang mengatur hubungan
antara Palembang
dan daerah pedalaman. Selanjutnya hubungan ini makin efektif pada masa
pemerintahan Sultan Abdurrahman Khalipatul Mukminin Sayidul Iman (Sultan
Pertama kesultanan Palembang),
yang memerintah pada masa 1651 – 1706 M. setelah kesultanan Palembang
dikalahkan oleh pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal. De Kock, Sultan Mahmud
Badaruddin II selaku penguasa kesultanan Palembang
menyerah kalah. Kekalahan ini mempunyai arti penting dan merupakan babak baru
bagi sejarah Besemah.
2.
Asal Usul Suku Besemah
Besemah adalah
suatu peradaban budaya yang sudah maju pada masa prasejarah. Hal ini dibuktikan
dengan adanya relief yang terdapat pada monument nasion[1]al
di Jakartaa. Besemah merupakan suku melayu, dalam kawi kuno memiliki arti :
pelarian / pengungsian dari dataran tiongkok yang dikenal dengan mongolith dan Persia.
Mengenai asal usul
suku besemah, hingga saat ini masih berupa legenda rakyat, yaitu atung bungsu,
yang merupakan salah satu diantara 7 orang anak ratu (=Raja) Majapahit, yang
melakukan perjalanan menelusuri suangai nusantara yang berakhir disungai lematang, akhir memilih
tempat bermukim di dusun Benua Keling. Atung Bungsu menikan dengan Putri Ratu
Benua Keling, bernama Senantan Buih (Kenantan Buih). Melaui keturunannya Bujang
Jawe (Puyang Diwate), Puyang Mandulike, Puyang Sakesemenung, Puyang Sake
Sepadi, Puyang Sake Seghatus, dan Sake Seketi yang menjadikan penduduk jagat
Besemah (Lihat bagan Alir).
Masalahnya bukan
persoalan benar atau salah, tetapi unsure yang sangat penting dalam legenda
adalah peran dan fungsinya sebagai pemersatu kehidupan suatu masyarakat (Jeme Besemah).
Legenda ini dapat menjadi antisipasi Disenrtegrasi kesatuan dan persatuan jeme
besemah kemana pun mereka berada. Hal ini sudah tampak dalam beberapa dekade,
terutama setelah pemerintahan marga dihapuskan (UU No. 5 Tahun 1979). Perlu
selalu ditanamkan perasaan dan keyakinan bahwa jeme Besemah itu (termasuk jeme
semende dan jeme kisam) berasala dari satu keturunan.
(Bedur. M : 2005)
3.
Berdirinya Dusun Jagat Besemah
Puyang Kunduran
membuat dusun masam bulau (Ulu Manak) dan dikemuadian hari anak cucunya membuat
dusun gunung kerte, termasuk sumbay besak (Sumbay
Besar); Puyang Keriye Beraim membuat dusun Gunung Kaye, dan Sumur. Kemudian
anak cucu keriye Beraim membuat dusun Talang Tinggi dan muara jauh ( Ulu Rurah
), Puyang Belirang membuat dusun Semahpure dan anak cucunya pindah pula membuat
dusun di Ulu Manak. Puyang Raje Nyawe pindah juga membuat dusun perdipe,
Petani, dan pajar Bulan. Anak cucunya pindah juga membuat dusun Alun Dua,
Sandarangin, Selibar, Rambaai Kaca, Sukemerindu, Kutaraye, Babatan, Sadan, Nantigiri, Lubuk Saung, Serambi, Bandaraji, Ulu Lintang;
Bangke, Singapure, Ulu Lebar, Gunung Liwat, Tanjung Beringin, Ayik Dingin,
Muara Sindang, Tebat Benawa, Rempasai, Karang Anyar, Semua nya masuk sumbay
besak. Puyang raje nyawe pindah ke semende, membuat dusun pajar bulan. Puyang
raje nyawe kembali ke dusun Perdipe menyebarkan agama Islam dan adapt istiadat
perkawinan secara Islami. Dari semende banyak penduduk yang pindah ke Kisam dan
masih banyak cerita mengenai pendiria dusun – dusun di tanah Besemah ini.
4.
Sistem Pemerintahan Tradisional
Sistem
Pemeritahan tradisional di daerah Besemah disebut Lampik Empat Merdike Due yang
dipimpin oleh kepala – kepala Sumbay. Besemah
waktu itu merupakan suatu “REPUBLIK” yang paling demokratis. Tanggung jawab dan
kesetiaan sangat ketat dibina oleh orang
Besemah. Rasa Solidaritas dan Loyalitas yang sangat tinggi itulah yang
menyebabkan prajurit – prajurit Besemah dapat melakukan perlawanan terhadap
kolonialisme hal yang mengiringi rasa solidaritas dan loyaalitas yang tinggi
itu baik didalam keluarga batih, keluarga luas virilokal maupun pada suku
besemah secara umum adalah konsep “dimak kepadunye” dan “dide beganti”.
5. Sindang Merdike dan Si Penjaga Batas
Status “Sindang Merdike” dan “Sipenjaga
Batas” dan system pemerintahan tradisional “Lampik
Empat Merdike Dua” menjadi terancam
dan sirna setelah Kolonialis Belanda dapat melakukan perlawanan Sultan Mahmud
Badarudin II. Pada perang Palembang
pada tahun 1819 dan tahun 1821. Dalam hubugannya dengan kesultanan Palembang, suku Besemah selalu menganggap
dirinya sebagai orang yang bebas, orang merdsike. Hubungan Sultan Palembang dengan Suku
Besemah lebih bersifat suzeverenitas
(Hens, 1909 : 12 – 15) kewajiban “milir
seba” Bukit Seguntang pada tiap tiga tahun sekali, lebih diartikan sebagai nggahi kelaway tue, Putri Sindang Biduk.
Sultan Palembang yang cukup menghormati
orang – orang
besemah, terbukti dengan status yang diberikannya yaitu status “Sindang Merdike” dan “Si Penjaga Batas” (Grensbewakers).
Suku besemah sering melakukan (istilah belanda onlusten, woelingen, rustverstoring), yang berarti membuat
“kerusuhan” membuat “huru-hara” atau mengganggu ketentraman. Menyadari bahwa
pihak Belanda pasti akan melakukan serangan, orang Besemah membuat benteng – benteng pertahanan
yang kuaat, disebut kute di beberapa
dusun. Misalnya kute Gelung Sakti, Kute Penandingan, Kute Tebat Seghut, Kute
Agung, Kute Munteralam, dan kute – kute lainnya. Pimpinan Militer Belanda
memutuskan mengirimkan ekspedisi militernya untuk menghancurkan kekuatan orang – orang
Besemah, yang dilaksanakan pada bulan April hingga bulan Juni tahun 1866.
6.
Belanda Mengalahkan Besemah
Oleh karena
persenjataan yang lebih modern, pengalaman perang yang cukup, dan pasukan yang
terlatih, akhirnya Belanda dapat menguasai satu per satu kute pertahanan
prajurit – prajurit Besemah, yaitu Kute dusun Gelung Sakti, Kute Penandingan,
Kute Tebat Seghut, Kute-Agung, Kute Menteralam, dan lain – lain. Pada
pertempuran di kute – kute tersebut terlihat bahwa prajurit – prajurit Besemah
lebih memilih kemungkinan mati dari pada mnyerah, terutama pada pertempuran di
tebat seghut dan munteralam. Setelah mengalahkan perlawanan di daerah Besemah Liagh (Besemah Lebar), pasukan
belanda melanjutkan serangannya ke Besemah Ulu
Manak untuk menangkap tokoh – tokoh pimpinan besemah yang bersembunyi di
daerah ini.
Kekalahan ini
menyebabkan rakyat Besemah haarus tunduk kepada peraturan yang dikeluarkan
dikeluarkan pemerintaah Belanda. Misalanya, mereka harus membayar pajak tanah,
pajak rumah, menghentikan perdagangan budak, dan menghentikan kebiasaan menyabung
ayam. Peratuaan dan ketentuan – ketentuan ini merupakan hal baru dan sangat
memberatkan bagi orang – orang Besemah yang tidak ada sebelumnya. Hal
ini berarti, status “Sindang Merdike” dan “Sipenjaga Batas” menjadi hilang. Dengan kekalahan tersebut,
mulailah daerah Besemah di jajah Belanda dengan segala penderitaan dan
kesulitan ekonomi. Penderitaan ii berlangsung hamper selama 82 tahun.
7.
Perang Pasifik dan Penjajahan
Jepang
Kekuasaan Belanda
yang tampak
sangat kuat, dengan mudah dikalahkan oleh bala tentara Jepang pada perang
Pasifik di bulan Februari 1942. pertahanan sekutu dilaut jawa dapat
dipatahkana. Pasukan jepang mendaraat di beberapa tempat di kepulauan Indonesia.
Menyerahnya Belanda kepada Jepaang pada tanggal 9 Maret 1942, menyebabkan
Belanda kehilangan jajahannya di Indonesia.
Mulailah babak
baru dalam sejarah Indonesia,
yakni Indonesia
di jajah oleh bangsa Jepang. Rakyat Indonesia
semakin menderita di bawah kekuasaan jepang. Balatentara Jepang ternyata lebih
kejam bila dibandingkan dengan kolonialis Belanda. Jepang yang pada awal perang
Asia Timur Raya sangat opensif, berubah menjadi defensive dan tertekan oleh
kekuatan sekutu, sehinggaa terdesak di berbagai front pertempuran, termasuk di
wilayah Indonesia.
8.
Ghuyun Kanbu
Untuk mengatasi
kekurangan pasukan, Jepang membentuk satuan militer pribumi, yang disebut Ghuyun Kanbu (Infanteri Ghuyun).
Angkatan pertama Ghuyun di latih di Kota Pagar Alam, tepatnya di Balai Istirahat, di Belakang rumah
sakit Juliana (Juliana Hospital), di Jalan ke arah dusun Pematang
bange. Dari pusat lathan Ghuyun di Pagar Alaam
di hasilkan prajurit dan perwira – perwira yang cakap dan terampil menggunakan
senjata, mengatur strategi perang serta teknik – teknik berperang yang kemudian
sangat bermanfaat dalam perang mempertahankan kemerdekaan. Faktor inilaha yang
dapat dijadikan sebagai salah satu dasar kriteria untuk menyebut Pagar Alam sebagai “Kota Perjuangan”.
9.
Proklamasi Kemerdekaan’
Akhirnya jepang
menyerah kepada ssekutu tanggal 14 Agustus 1945. kemerdekaan Indonesia di Proklamasikan
Soekarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. tidak semua daerah mengetahuinya.
Oleh karenanya upacara penaikan Benderaa Sang Merah-Putih,
tidak sama waktunya antara satu daerah dengan daeraah lainnya, termasuk Kota Pagar Alam. Pada tanggal 21
Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, pada pemuda pejuang mengibarkan bendera merah
putih di Pagar Alam (Bastari 192 : 2005). Upacara penaikan Bendera dilaksanakan di
halaman toko Datuk Seri Maharajo, rumah keluarga Sofjan Rasjad (Saat ini telaah
menjadi Toko cuci cetak foto modern). Hadir dalam upacara penaikan bendera itu
antara lain : Siddik Adiem, datuk Seri Maharajo, Depati M. Hasyim R, Kenasin, Agam,
Almunir, Tjik Seman, Tjik Nunung, Djinal Genting, M. Sohan Sumur, M. Djahri,
Ardjo Talang Kelape, dan beberapa anggota Hizbul Wathan
Pemerintah Indonesia
kemudian membentuk pemerintahan hingga ke daerah – daerah. Terbentuklah
kewedanaan Tanah Pasemah pada Oktober 1945. Kewedanaan ini
membawakan empat kecamatan, yaitu Pagar Alam
sebagai ibu kota
kewedanaan Kecamatan Tanjung Sakti, Kecamatan Jarai, Kecamatan Kota Agung.
10. Pertemuan di Tebat Limau
Sebagai suatu
Negara yang telah merdeka, Indonesia berusaha
mengambil alih kekauasaan politik dan militer, terutama usaha untuk mengambil atau merebut senjata dari
tangan jepang, Maayor Ruslan mengambil inisiatif untuk mengadakan pertemuan di
Tebatlimau, dekat dusun Pelang Kenidai yang dihadiri oleh semua unsure pemerintahan,
Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID), Wedanaa, Polisi, Para Pesirah, Kepala
– kepala Sumbay dan pimpinan tentara keanamanan rakyat (TKR) / lascar.
Terjadi
pertempuran – pertempuran dengan tentara jepang di butai – butai jepang di Gununglilan, Bumi Agung, Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM)
Jerambah Beringin, dan Karang Dale. Pada pertempuraan – pertempuran di butai – butai Jepang tersebut telah
gugur beberapa putera terbaik Besemah, antara lain mayor Ruslan, Sersan Ansori,
Serma Wanar,
Musalim, Zainal, Salam, Tulip, Dung, Marzuki, Zainawi, Jinal, Kamal, Abdullah,
Siakip, dan beberapa orang lainnya yang tidak tercatat. Setelah balatentara
menyelesaikan tugas yang diberikan sekutu dan mereka dikembalikan ketanah
airnya. Perjuangan rakyat Indonesia belum
berakhir. Belanda (NICA) dating kembali ke Indonesia.
Terjadi pertempuran dengan pihak sekutu / Belanda yang mencapat puncaknya pada
pertempuran lima hari lima malam (PLHLM) tanggal (21 juli 1947) dan
agrei militer 11 (19 desember 1948).Rakyat
sumatera latan melakukan per lawanan sengit,sangat heroik, dan semangat rela
berkorban yang sangat tinggi baik harta maupun nyawa, demi unuk mempertahankan
kemerdekaan .perlawanan yang demikian termasuk juga di kewedanan tanah pasemah.
11. Peran Rakyat Besemah dalam PLHLM DAN AM I
Pada Agresi
Militer 1 Belanda,rakyat dikeweanan Tanah pasemah belum secara langsungt
berperang karena Belanda belum berhasil
sampai ke Tanah Pasemah.namun Raktyat Besemah telah ikut berperan pada pertempuran lima hari Lima
malam dan Agresi Militer 1,yaitu memberikan bantuan personil
(prajurit) dan logistik (beras dan sayur-sayuran) .memang sudah ada usaha Belanda untuk melakukan serangan ke pagaralam
(ibukota kewedanaan Tanah Pasemah),tetapi niat ini tidak terealisasi Karena sudah
persetujuan itu,ditetapkan garis
demarkasih pertempuran di dusun tanjung tebat.
12. Perlawanan Rakyat di tanah Besemah AM II
Pada agresi militer II Belanda (Desember 1948), ada tiga daerah yang
menjadi target sasaran yaitu, Muara Dau (Sekarang OKU Selatan) Tebing Tinggi,
dan Pagar Alam. Pertahanan Kota
Pagar Alam.
Dibebankan kepada Balyon XVI STP
(Sub Teritorium Palembang) yang berkekuatan enam kompi, yaitu kompi I kapten
Satar, Kompi II Lettu Ichsan, Kompi III Lettu Yahya Bahar, Kompi IV Lettu Nahwi,
Kompi V Lettu Adenan Ibrahim, dan Kompi VI H.S. Simanjutak. Untuk
mempertahankan kota Pagar Alam
ini, dibentuk tiga front yaitu front mingkik untuk menghadang pasukan belanda
diluar ndikat, frony selangis untuk menghadapi belanda yang akan masuk simpang
rantau-unji dan front padang kaghit (ordeming
kopi yang dulu milik belanda) front padang
kaghit di pimpin Lettu Yahya Bahar. Untuk menghambat pasukan belanda yang akan masuk
lewat tanjung tebat, jeramba ndikat terpaksa dihancurkan. Penghancuran ini
lakukan oleh prajurit agam dan kawan – kawan.
Pimpinan pasukan
Belanda yang sejak awal memperkirakan bahwa luang ndikat sukar ditembus, juga
melakukan pengiriman pasukan melalui jalan jepang yang bias tembus ke simpang
rantau-unji, front selangis, front padang kaghit,
kota Pagar Alam
dan terus kedaerah impit Bukit. Pasukan
TNI, lasakar pejuang dan rakyat
melakukan perlawanan sengit di front selangis besar. Namun, karena persenjataan
yang tidak seimbang, perlawanan ini dapat dipatahkan oleh belanda. Pasukan TNI, lascar dan
rakyat pejuang terpaksa melakukan gerakan
mundur ke hutan – hutan, untuk selanjutnya melakukan perang gurila (geriliya)
melakukan penghadangan – penghadangan ditempat – tempat strategis dengan
memasang landsmijn (ranjau darat).
13. Politik Bumi Hangus
Pihak TNI lascar dan rakyat pejuang melakukan politik
bumi hangus, terutama pada bangunan – bangunan milik belanda, agar tidak
dipergunakan lagi oleh pasukan Belanda. Misalnya Pembumihangusan bangunan
dikompleks BPM Jeramba Beringin, Demporeokan, kantor wedana tangsi polisi dan bangunan –
bangunan diperkebunan teh gunung dempo.
14. Peran Tanjung Sakti
Tanjung Sakti
mempunyai peranan yang sangat besar terutama setelah pimpinan teras TNI yang
sebelumnya bermarkas di Lubuk Linggau dipindahkan ke cughup, kemuara Aman, dan
akhirnya ke Tanjung Sakti, pimpinan teras TNI ini di pimpin oleh Kolonel
Bambang Otoyo dan kepala staf nya adalah Kapten M. Yunus. Tanjung Sakti juga
menjadi pusat pemerintahan sipil keresidenan Palembang yang dipimpin residen Abdul Rozak.
Demikian pula Bupati Amaluddin, Wedana Wangi, Wedana Ibrahim, Wedana Abdullah
Sani, Siddiq Adem (Kepala penerangan) dan lain – lain berada di Tanjung Sakti.
Dari kepolisian keresidenan palembang
terdapat nama – nama Komisaris Polisi Sugondo, Inspekur Polisi Taslim Ibrahim,
Inspektur Polisi Abdullah Amaludin. Inspektur Polisi palma, Yasin, dan Cek Umar. Kepala Penerangan
dan Kepala Kesehatan juga berada di Tanjung Sakti, serta masih banyak tokoh
pejuang lainnya, misalnya Rasyad Nawawi, Satar, Nurdin, Syamsul Bachri Umar (Tatung), Idham, Djarab, Nurdin Pandji Ibrahim, Bachrun
Umar, Basri, Ali Syarief, Sahid, Munir, Cek Asim, dan lain – lainnya. Dari
Tanjung Sakti dikendalikan pemerintahan, pengaturan taktik dan strategi melawan
Belanda. Untuk mengatasi kesulitan alat tukar, dicetak uang kertas “OERIP”
(Oeang Repoeblik Indonesia
Perdjoeangan).
Pasukan Belanda
mengetahui tentang keberadaan pemerintahan sipil dan kekuatan militer di
Tanjung Sakti. Oleh karena itu, mereka melakukan serangan – serangan dengan
menjatuhkan bom di beberapa tempat. Beberapa di antaranya meluluhlantakkan
beberapa rumah. Tetapi banyak juga yang tidak meledak, yang kemudian digunakan
oleh TNI sebagai bahan untuk merakit senjata guna melawan pasukan belanda.
Dapat dikatakan, bahwa Tanjung Sakti tidak pernah di injak oleh kaki tentara
Belanda yang ingin menjajah kembali dan Tanjung Sakti merupakan satu – satunya
pertahanan di Kabupaten Lahat yang mampu bertahan sampai penyerahan kedaulatan
bulan November 1949 (mendahului penyerahan kedaulatan 27 Desember 1949).
15. Administratif dan Perjuangan
Seiring
perkembangan pemerintahan pusat, system pemerintahan di daeraah – daerah juga
mengalami perubahan.
Presiden Soekarno mengeluarkan peraturan presiden Republik
Indonesia
Nomor 22 tahun 1963 tentang penghapusan keresidenan dan kewedanaan. Dengan
demikian, tidak ada lagi pemerintahan kewedanaan tanah pasemah,sehingga
mengubah posisi Pagar Alam
sebagai Kecamatan Pagar
Alam di bawah
Kabupaten Lahat.
Awal tahun 1987,
tokoh – tokoh masyarakat Pagar Alam
berjuang mengusulkan agar kecamatan Pagar Alam menjadi Kota
Administratif (Kotif). Terbentuklah panitia, yang kemudian mengajukan surat permohonan kepada
Mendagri pada tanggal 15 April 1987. berkat dukungan semua pihak, akhirnya
permohonan masyarakat Pagar Alam
untuk menjadikan Pagar Alam sebagai kotif dikabulkan Pemerintah
Pusat, dengan terbitnya peraturan pemerintah Nomor 63 Tahun 1991 tentang
pembentukan kota Administratif Pagar Alam dan pemekaran wilayah Kecamatan Pagar
Alam menjadi 4 kecamatan, yaitu kecamatan Pagar Alam Utara, Kecamatan Pagar
Alam Selatan, Kecamatan Dempo Utara, dan Kecamatan Dempo Selatan. Mendagri yang
saat itu adalah Rudini, meresmikan Pagar Alam
sebagai kotif pada tanggal 15 januari 1992. Mendagri juga melantik Drs. Musrin
Yasak sebagai Walikota Administratif Pagar Alam yang pertama dan menetapkan Kota Pagar Alam sebagai Kota Perjuangan.
Pagar Alam menjadi Kota
Administratif melalui Undang – undang Nomor 8 Tahun 2001 tentang pembentukan Kota Pagar Alam dan peresmian
dilakukan oleh Mendagri pada tanggal 17 Oktober 2001. Gubernur Sumatera Selatan
H. Rosian Arsyad atas nama Mendagri melantik Pejabat
Walikota Pagar Alam H. Djazuli Kuris pada tanggal 12 November 2001.
Demikianlah kilas
balik perjuangan rakyat di Kewedanaan Tanah Pasemaah, mulai dari zaman “Lampik Empat Merdike Due”, “Sindang
Merdike”, dan “Si Penjaga Batas”
hingga penyerahaan kedaulatan, yang karena perlawanan gigih, ulet, dan pantang
menyerah dari TNI, lascar, Tentara Pelajar, Pemuda – Pemudi Besemah di Pagar
Alam dan Sekitarnya, serta rakyat pejuang pada umumnya sehingga kita dapat
menyebut kota Pagar Alam sebagai “Kota Perjuanagan”. Sejarah yang
sangat heroic ini perlu selalu di kenang dan dijadikan pedoman dalam mengisi
kemerdekaan, juga tidak lupa akan selalu menghormati jasa para pahlawan,
khususnya yang gugur di Tanah Besemah.
Pagar Alam, 28 Februari 2009
Walikota Pagar Alam,
H. Djazuli Kuris.
DAFTAR
PUSTAKA
Arif, N. Permana, dkk. 2008. Kaleodoskop 5 Tahin Pembangunan Kota Pagar Alam.
Pemerintah Kota Pagar Alam. Palembang:
Tavern Artwork
Bedur, Marzuki. Dkk. 2005. Sejarah BESEMAH dari Zaman Megalitikum, Lampik Empat Merdike Due,
Sindang Merdike ke Kota
Perjuangan. Pemerintah Kota
Pagar Alam. Jakarta: KDT Perpustakaan
Nasional RI.
Mahruf, Kamil, dkk. 1999. Pasemah Sindang Merdike 1821 – 1866. Jakarta: Pustaka Asri
Sumber
Lain :
Undang – undang Nomor 8 Tahun 2001 tentang
Pembentukan Kota Pagar Alam
(Lembaran Negara RI tahun 2001 Nomor 88, tambahan lembaran
Negara Nomor 4115);
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1991
tentang Pembentukan Kota Administratif
Pagar Alam
Wawancara dengan :
- Tumenggung Citra Mirwan (desa Pelajaran Jarai)
- Satar (Beringin Jaya, Kota Pagar Alam).